SOLOPOS.COM - Ribuan lahan pertanian jagung tadah hujan di Desa Kenongorejo, Kecamatan Bringin, Kabupaten Ngawi, Senin (4/12/2023). (Solopos.com/Yoga Adhitama)

Solopos.com, NGAWI — Rencana Bupati Ngawi Ony Anwar Harsono memangkas usulan pupuk bersubsidi pada 2024 dan mengganti dengan pupuk organik dalam program Pertanian Ramah Lingkungan dikritik sejumlah petani. Petani belum siap menggunakan pupuk organik karena belum terbukti hasilnya.

Pada 2023, total kebutuhan pupuk subsisi di Kabupaten Ngawi mencapai 107.442 ton, tetapi hanya sekitar 40 persen yang terealisasi. Sementara tahun depan, pemkab akan memangkas pengusulan pupuk subsidi menjadi 25 persen saja dari total kebutuhan. Sehingga bisa dipastikan tahun depan hanya pupuk non-subsidi yang banyak beredar di pasaran.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Seorang petani dari  Desa Kenongorejo, Kecamatan Bringin, Wondo, mengatakan saat ini pupuk subsidi sulit didapatkan, pembelian juga dibatasi. Meski tersedia, pupuk subsidi yang tersedia tidak mencukupi kebutuhan para petani.

“Pupuk subsidi sekarang sulit didapatkan, pembelian juga dibatasi. Jika pun dapat, tidak bisa mencukupi kebutuhan para petani,” kata Wondo, Senin (4/12/2023).

Keterbatasan pupuk bersubsidi itu memaksa petani untuk membeli pupuk non-subsidi yang harganya jauh lebih mahal, yaitu Rp360.000 per karung dengan berat 50 kg. Sementara untuk pupuk bersubsidi hanya Rp112.500 per karung dengan berat 50 kg.

“Adanya pupuk non subsidi ya kita beli. Mau gimana lagi, daripada tanaman jagung kami tidak bisa tumbuh,” ujarnya.

Sementara disinggung untuk beralih ke pupuk organik seperti yang dicanangkan bupati, Wondo mengaku tidak mau coba-coba. Mereka belum yakin selama belum ada percontohan yang menggunakan Pertanian Ramah Lingkungan di desanya.

“Urusannya di hasilnya mas, kalau tidak sesuai yang diharapkan. Kami tidak bisa bayar cicilan bank, siapa yang akan tanggung jawab,” jelasnya.

Hal senada diungkapkan oleh Wargito, seorang petani dari Desa Sidorejo, Kecamatan Kendal, Kabupaten Ngawi. Menurutnya, Pertanian Ramah Lingkungan juga belum terdapat percontohan di desanya. Dirinya mengaku masih ragu jika langsung beralih ke pupuk kompos maupun organik.

“Caranya bagaimana, bukti hasilnya gimana kami juga belum tau,” kata Wargito.

Menurutnya, kondisi sekarang para petani masih menggantungkan pupuk kimia. Ia mengaku bersedia menerapkan sesuai arahan Bupati Ngawi untuk Pertanian Ramah Lingkungan, jika sudah tahu cara menerapkannya dan sudah terbukti pada hasil panennya.

“Justru kalau beralih ke organik kita lebih bisa menghemat biaya produksi, bisa memangkas biaya pupuk yang semakin mahal. Tapi dicontohkan dulu,” jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, Bupati Ngawi Ony Anwar Harsono mentargetkan 5.000 hektare lahan pertanian di Ngawi menerapkan Pertanian Ramah lingkungan pada 2024 mendatang. Salah satu caranya dengan memangkas suplay pupuk bersubsidi yang diharapkan dapat digantikan dengan pupuk organik.

“Tahun depan dikurangi menjadi 25% dari total kebutuhan. Awalnya 40%, kalau kita tidak menyiapkan petani kita untuk mandiri maka mereka akan ada dua pilihan, satu dia akan mendapat pupuk non subsidi dengan harga yang tinggi, yang kedua dia bisa mendapat pupuk subsidi dengan kuota cuman 25%,” terangnya.

Dia memahami keputusan tersebut akan memunculkan pro dan kontra di kalangan para petani. Tentu akan banyak para petani yang mengeluhkan sulitnya mendapatkan pupuk. Jika pun ada pupuk kimia, maka harganya tentu lebih mahal karena tidak bersubsidi.

“Insya Allah kita berani bertanggung jawab bahwa pilihan itu semata-mata untuk dapat berdikari menciptakan pupuk sendiri, bibit sendiri,” harapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya