SOLOPOS.COM - Wali Kota Gibran Rakabuming Raka sudah meminta izin tidak menghadiri peresmian kantor DPC PDIP Solo karena ada rapat membahas rel layang Joglo. (Solopos.com/Wahyu Prakoso)

Solopos.com, JEMBER — Putusan Mahkamah Konstitusi tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden menjadi polemik yang cukup panas dua hari terakhir. Disebut-sebut putusan MK itu menjadi karpet merah bagi Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Jokori, maju dalam Pemilu Presiden 2023.

Hal itu disampaikan Pengamat Politik Universitas Jember, Muhammad Iqbal.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

“Keputusan MK itu sekaligus bisa membuat calon presiden Prabowo membuka lebar pintu bagi Gibran untuk jadi cawapresnya,” kata dosen Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Jember yang akrab disapa Cak Iqbal tersebut, Selasa (17/10/2023).

Seperti diektahui Putusan MK terkait enam gugatan uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu terkait batas usia capres-cawapres secara beruntun pada Senin (16/10/2023). Dari enam gugatan tersebut, tiga di antaranya ditolak, dua tidak diterima, dan satu diterima sebagian.

Salah satu putusan MK yang mendapat sorotan yakni hakim MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengenai batas usia capres dan cawapres diubah menjadi 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Menurut Cak Iqbal, lima hakim MK setuju klausul kepala daerah bisa mendaftar jadi cawapres, itu tanda putusan MK membuka lebar dan memuluskan Gibran bisa jadi kontestan di Pilpres 2024.

“Putusan MK itu mengonfirmasi adanya orkestrasi politik yang belakangan marak muncul banner, kaos dan dukungan maupun deklarasi relawan di seluruh pelosok daerah untuk menyandingkan Prabowo dan Gibran,” tuturnya yang dikutip dari Antara.

Jika benar nantinya Gibran resmi jadi cawapres-nya Prabowo, lanjut dia, maka MK sebenarnya telah berubah menjadi seperti kelakar yang viral yaitu menjadi “Mahkamah Keluarga”, bukan lagi sebatas Mahkamah Konstitusi.

Ia mengatakan banyak kalangan terutama para ahli hukum tata negara dan tekanan publik tak henti mengingatkan agar MK tidak boleh melampaui fungsi sebagai positive legislator atau pembentuk undang-undang (UU).

“Fungsi MK sejati-nya adalah negative legislator karena sebatas menghapus atau membatalkan suatu norma UU yang tidak bertentangan dengan konstitusi. Secara konstitusional, Fungsi MK tidak boleh menambah, mengubah atau membuat norma baru atas produk konstitusi,” tuturnya.

Cak Iqbal menilai bahwa putusan MK yang membuat norma baru dengan menyetujui klausul frasa “atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah” sangat jelas telah menabrak prinsip konstitusional itu sendiri.

“Putusan MK itu jelas akan mengubah peta politik Pilpres 2024 jika berlanjut pada Gibran benar-benar resmi jadi cawapres Prabowo, maka konstelasi elektoral pun seketika bisa berubah signifikan,” ucap pakar komunikasi politik itu.

Namun, jika ternyata Gibran memilih tetap tidak mau masuk jadi kontestan pilpres, maka konstelasi politik masih seperti saat ini yaitu pasangan Anies-Muhaimin, Ganjar mungkin dengan calon dari NU, dan Prabowo dengan stok dari Koalisi Indonesia Maju yang bisa saja Erick Thohir, Airlangga Hartarto, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) atau Prabowo juga menanti cawapres dari kalangan Nahdliyin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya