SOLOPOS.COM - Paundra Noorbaskoro menunjukkan IPAL yang digunakan untuk mengolah limbah tambaknya di kawasan Pantai Pidakan, Kabupaten Pacitan, Senin (19/12/2022). (Abdul Jalil/Solopos.com)

Solopos.com, PACITAN — Berawal dari keperihatinannya terhadap limbah dari tambak udang yang berpotensi merusak lingkungan, seorang pemuda asal Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, berinisiatif melakukan perubahan. Pemuda bernama Paundra Noorbaskoro itu membuat tambak udang yang ramah lingkungan dan memanfaatkan Internet of Things (IoT).

Paundra memulai mengembangkan konsep tambak udang ramah lingkungan di pinggir Pantai Pidakan, Kecamatan Tulakan, Kabupaten Pacitan, pada 2022. Konsep tambak udang vaname yang dikembangkan Paundra ini dilengkapi dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) atau yang ia sebut sebagai system smart farm village.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Dia menjelaskan kolam udangnya dibangun terintegrasi dengan sistem IPAL yang berada di sekitar kolam. Hal ini berfungsi untuk mengontrol kandungan limbah supaya tidak mencemari air laut. Konsep ini penting karena tambak udangnya berada di pinggir laut.

Pada saat panen udang tiba, seluruh air di dalam kolam akan dikuras. Namun, air dari kolam tersebut tidak langsung dibuang ke laut. Melainkan masuk ke IPAL yang ada di kawasan tambak.

Paundra menjelaskan setelah masuk ke IPAL, air limbah akan diendapkan selama tiga hari. Selanjutnya, air limbah tersebut diberikan treatment berupa bakteri pengurai. Air limbah tersebut bisa dilepaskan ke laut saat kandungan amonianya kurang dari 0,1 ppm.

“Kalau kandungannya lebih dari itu, ya kita treatment lagi. Sampai benar-benar kandungan amonianya rendah di bawah 0,1 ppm,” jelasnya.

Ia menjelaskan pengelolaan air limbah ini sangat penting untuk keberlanjutan budi daya udang. Hal ini karena air laut menjadi air baku dalam tambak udang. Sehingga, ketika air baku sudah tercemar dan mengandung bakteri perusak, tentu akan berdampak pada keberlangsungan budi daya itu.

“Sebenarnya limbah tambak ini tidak ada unsur logam beratnya. Tetapi kalau semua tambak langsung membuang limbah ke laut, pastinya akan tercemar. Dampaknya tentu akan ke tambak juga, karena air yang digunakan untuk budi daya tercemat. Pengaruhnya nanti ke kesehatan udang,” jelas pria 31 tahun itu.

Pemanfaatan IoT

Bukan hanya mengonsep tambaknya yang ramah lingkungan, Paundra juga menggunakan teknologi dalam pengelolaan tambak udang vaname miliknya. Dia merancang apliaksi khusus dalam pengelolaan tambak udang tersebut.

Pemanfaatan Internet of Things (IoT) dalam pengelolaan tambak tidak dilakukan asal-asalan. Paundra melakukan riset yang cukup lama. Berbekal ilmu yang dipelajari dari fakultas Perikanan dan Ilmu Keluatan Universita Brawijaya dan belajar mandiri dari beragam jurnal, ia kemudian melakukan riset di delapan kolam.

Riset awal, ia meneliti penyakit yang kerap menyerang udang vaname yakni hepatopankreas atau early mortality Syndrome (EMS). Penyakit yang disebabkan bakteri itu menyerang pankreas udang. Setelah mempelajari penyebab-penyebab penyakit tersebut lewat penelitian ilmiah, ia kemudian meracik komposisi pakan yang tepat. Setelah itu, udang yang diserang EMS itu diberikan treatment sesuai racikannya. Satu kali percobaan, gagal. Ia kemudian mengubah komposisi treatment lagi. Setelah tiga kali mengubah racikan pakan itu, akhirnya ia menemukan komposisi yang tepat.

“Setelah benar-benar treatment itu membuahkan hasil. Kita patenkan racikan itu sebagai SOP yang saya gunakan di tambak,” ujar dia.

Aspek berikutnya yang kerap menjadi masalah adalah kondisi air. Untuk melakukan riset air, ia mengumpulkan beberapa air tambak bermasalah dan membuat udang mati. Dari mengumpulkan air bermasalah itu, ia menemukan penyakit yang kerap menyerang udang vaname di Pacitan, yaitu EMS, Myo, dan White Feces atau feses udang berwarna putih.

Satu per satu air itu diteliti untuk menemukan kandungan penyebab air itu tidak sehat bagi udang. Setelah masalah ditemukan, dia mencari formula untuk mengatasinya.

Proses uji coba itu dilakukan tiga kali masa penyebaran benih. Setiap kali siklus atau penebaran benih, ia mengamatinya secara seksama dan mencatat setiap permasalahan.

Proses riset itu, kata Paundra, membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan waktu yang cukup lama. Hampir satu tahun pada 2021, ia melakukan riset tersebut.

Pernah suatu kali saat masih riset, ia menabur 300.000 benih udang di enam kolam. Tetapi, saat masa panen hanya mendapatkan 80 kg udang saja.

Dari penelitiannya itu, ia menyampaikan untuk sukses dalam bertambak udang vaname, harus memperhatikan delapan unsur kandungan dalam air. Unsur-unsur itu seperti salinitas, oksigen terlarut (DO), pH, Nitrat, H2S, transparansi air, dan lainnya. Semua unsur ini ada hitungannya dan harus seimbang. Jika salah satu unsur ada yang tidak sesuai, maka akan berpengaruh dengan kondisi kesehatan udang.

“Semisal, unsur pH air. Kalau udang itu mau sehat, maka pH airnya antara 7,5 sampai 8. Jika di bawah itu, berarti kondisi air tidak sehat. Setelah tahu pH air tidak sehat, kemudian dilakukan treatment supaya pH tanah bisa sesuai lagi,” katanya.

Untuk mengontrol kondisi air tambak, Paundra membutuhkan sistem yang mempermudah pekerjaannya. Ia membangun ekosistem berbasis IoT. Melalui gadgetnya, ia membuat aplikasi yang terhubung dengan data-data kondisi air kolam.

Data terkait kolam dan udang semuanya tercatat secara detail di aplikasi tersebut. Seperti kualitas air yang dibutuhkan terpantau di aplikasi tersebut. Saat ada kondisi air yang kualitasnya menurun bisa langsung diketahui. Setelah itu bisa langsung dilakukan tindakan.

“Kualitas air ini sangat penting untuk udang. Kalau kualitas air itu menurun akan berdampak langsung terhadap kesehatan udang. Ini harus cepat ditangani,” ujarnya.

Melalui aplikasi ini, dia pun tahu perkembangan dan kesehatan udang di dalam kolam seperti apa. Pendataan yang rajin dilakukan dengan sistem membuat berat udang bisa diketahui tanpa harus memanennya.



Pada saat proses penebaran, jumlah benur pun dihitung. Kemudian puluhan ribu benur itu diberi racikan pakan yang telah dibuat sesuai takaran.

Waktu pemberian pakan pun telah ditentukan, yakni sehari tujuh kali. Pemberian pakan diawali pukul 07.00 WIB setiap pagi, kemudian berlanjut dua jam sekali harus ditabur pakan. Sedangkan pemberian pakan terakhir yakni pada pukul 19.00 WIB.

Saat umur udang 33 hari dari masa ditebar, ia akan mengambil sampling udang tersebut kemudian menimbangnya. Dari sampling itu akan diketahui berapa total berat udang yang ada di satu kolam. Dengan ekosistem IoT yang dibangun, bahkan ia bisa menarget pada ukuran berat badan berapa udang itu siap dipanen.

“Semisal, saya mau menarget panen di umur 40 hari dengan berat 4 gram per ekor udang. Saya akan main indeks tadi. Berarti untuk mencapai target itu, saya harus memberikan makan berapa supaya berat udang bisa 4 gram bisa tercapai. Jadi, pemberian pakan selama tujuh hari kemudian harus sesuai hitungan,” terang dia.

Untuk mengontrol kondisi kesehatan udang, ia juga biasanya menggunakan cara sampling. Namun, cara ini biasanya hanya dilakukan saat kondisi tertentu.

Dia mencontohkan semisal di satu kolam itu biasanya diberi pakan 10 kg, maka 10% dari pakan itu akan dimasukkan ke dalam suatu alat khusus. Setelah itu alat yang telah diberi pakan itu akan dimasukkan ke dalam kolam. Saat kondisi udang itu sehat, maka pakan tersebut akan habis antara satu hingga satu setengah jam. Namun, bila kondisi udang tidak sehat, pakan tersebut tidak akan habis sesuai target.

“Setelah mengetahui itu, ia akan mengambil sampel untuk dikirimkan ke laboratorium. Pemeriksaan ini untuk mengetahui kondisi kesehatan udang. Setelah tahu penyakitnya apa, kita bisa segera memberikan treatment.”

Semakin cepat diberikan penanganan, maka udang di kolam bisa terselamatkan. Begitu sebaliknya, saat terlambat memberikan penanganan, bisa-bisa gagal panen.

Paundra menyampaikan sistem pengelolaan budi daya udang vaname berbasis IoT ini memang perlu ketelitian. Petambak harus rutin memantau kondisi air dan udang setiap hari dan datanya dimasukkan dalam aplikasi.

Menurut dia, sistem ini mendobrak tradisi lama dalam budi daya tambak udang. Dalam tradisi lama, para petambak hanya mengandalkan intuisi untuk membudidayakan udang. Semisal, saat memberi pakan tidak menggunakan takaran yang pas dan hanya mengandalkan intuisi. Saat terlihat udang lahap makan, petambak akan memberi makan lebih banyak.

Selain itu, tradisi lama juga tidak memperhatian kondisi air di tambak. Sehingga petambak tidak mengetahui seberapa kotor dan tidak sehatnya air kolam tersebut. Karena mengandalkan intusi, sehingga tidak ada paramater yang pas dalam mengelola tambak. Sehingga kerap kali petambak mengalami kerugian dan gagal panen. Ini karena kondisi air dan kesehatan udang tidak diperhatikan.

Atas kreativitasnya dalam pengembangan tambak udang vaname berbasis IoT ini, Paundra menjadi salah satu finalis SATU Indonesia Awards 2022 di bidang teknologi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya