SOLOPOS.COM - Ilustrasi korban pelecehan seksual. (Freepik.com)

Solopos.com, TRENGGALEK – Kasus pelecehan seksual yang dilakukan pengasuh pondok pesantren terhadap belasan santri di Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek kini telah masuk dalam penyidikan kepolisian. Polisi telah menetapkan kedua pelaku yang merupakan bapak dan anak itu sebagai tersangka dalam kasus ini.

Kedua tersangka itu berinisial M, 72, dan anaknya F, 37. Keduanya merupakan pemilik dan pengasuh pondok pesantren tempat para korban menimba ilmu. Keduanya kini telah ditahan pihak kepolisian.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Dinas Sosial Kabupaten Trenggalek saat ini tengah memberikan pendampingan psikologis terhadap empat santriwati korban pelecehan seksual tersebut. Langkah ini sangat penting untuk memulihkan dari trauma kekerasan seksual yang dialami korban.

“Pendampingan ini bertujuan untuk memulihkan psikologis mereka dari trauma sehingga para korban dapat kembali beraktivitas seperti biasanya,” kata Plt. Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Trenggalek, Saeroni di Trenggalek, Senin (18/3/2024).

Dia menjelaskan saat ini empat korban pelecehan seksual itu kini ditempatkan di shelter khusus dan mendapat terapi trauma healing dari tim psikolog yang disediakan pemerintah.

Para korban yang semuanya masih anak-anak tersebut diberi pembimbingan psikologis, selain juga diberi permainan tertentu untuk memulihkan fokus dan perhatian para korban dari bayang-bayang trauma masa lalu. Proses pendampingan dilakukan secara komprehensif, mulai dari kesehatan fisik hingga pemulihan psikologi korban.

Dalam kasus ini pihaknya juga telah menunjuk seorang penasihat hukum untuk melakukan pendampingan hukum terhadap para korban mulai dari pemeriksaan awal hingga ke persidangan.

“Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban kekerasan adalah penanganan yang cepat, termasuk rehabilitasi secara fisik, psikis dan sosial, serta pencegahan penyakit dan gangguan lainnya,” katanya yang dikutip dari Antara.

Saeroni menceritakan para korban sempat mengalami trauma atas kejadian tersebut. Namun, saat ini kondisinya sudah membaik. Sedangkan untuk proses pembelajaran, dari keempat korban ada yang meminta pindah sekolah dan ada juga yang masih belajar secara daring. Permintaan itu dilakukan lantaran para korban mengalami trauma.

Terlebih dugaan tindakan pelecehan itu dilakukan oleh dua pengasuh ponpes yang merupakan seorang pemilik pondok beserta anaknya. Kondisi itulah yang ditengarai menjadi latar belakang para korban takut kembali belajar di ponpes tersebut.

“Pada tahap awal proses pendampingan adalah memastikan para korban tetap mendapatkan hak untuk mengakses pendidikan sehingga mereka tidak merasa terintimidasi di sekolah atau situasi yang membuat mereka trauma mereka lebih dalam,” katanya.

Sebelumnya kasus itu mencuat berawal dari curhatan orang tua korban saat petugas dinas sosial melakukan sosialisasi.

Curhatan berbuah laporan polisi itu mengakhiri petualangan tindakan pelecehan seksual yang dilakukan dua pengasuh ponpes itu yang ditengarai berlangsung sejak kurun waktu 2021 hingga 2024.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya