Jatim
Jumat, 18 Maret 2022 - 22:25 WIB

Waduh, 3.700 Anak Balita di Kabupaten Madiun Alami Stunting

Newswire  /  Abdul Jalil  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi Stunting (Whisnupaksa)

Solopos.com, MADIUN — Anak usia di bawah lima tahun (balita) di Kabupaten Madiun, Jawa Timur, yang mengalami kondisi stunting atau kekerdilan anak masih cukup tinggi. Dinkes setempat mencatat ada 3.700 anak balita yang mengalami stunting.

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Kabupaten Madiun, Sufiyanto, mengatakan pada pendataan bulan timbang tahun 2021, ada sekitar 3.700 anak balita mengalami stunting. Jumlah anak balita yang stunting itu setara dengan 14,9% prevelensi kekerdilan.

Advertisement

Namun, Kementerian Kesehatan memiliki angka berbeda. Dari hasil survei status gizi (SSG) tahun 2021, prevelensi kekerdilan di Kabupaten Madiun mencapai 15,9%.

Baca Juga: Hujan 1 Jam, 18 Titik di Kota Malang Terendam Banjir

“Angka kekerdilan di Kabupaten Madiun termasuk rendah, prevalensi di Jatim sekitar 23 koma sekian persen,” kata dia, Jumat (18/3/2022).

Advertisement

Sufiyanto menyampaikan pemerintah pusat menargetkan prevalensi kekerdilan nasional mencapai 14% pada 2024. Meskipun angka kekerdilan Kabupaten Madiun saat itu, baik berdasarkan bulan timbang maupun SSG, tidak terlampau jauh dari target nasional (14 persen), namun pemkab tak ingin ketinggalan.
“Tahun ini ditargetkan turun 0,9 persen. Kalau bisa, 2024 nanti prevalensi stunting sudah di bawah target nasional,” kata dia.

Sufiyanto menyampaikan dari segi medis, faktor penyebab kekerdilan dibedakan menjadi dua kelompok. Karena faktor spesifik seperti kekurangan sel darah merah atau anemia yang dialami ibu hamil. Kemudian, faktor sensitif yang muncul akibat berbagai aspek kehidupan. Mulai kondisi ekonomi, sanitasi di lingkungan tempat tinggal, hingga tingkat pendidikan ibu.

Baca Juga: Mengaku Jadi Korban KDRT, Pasutri di Trenggalek Saling Melapor Polisi

Advertisement

Lebih lanjut, dia menambahkan sekitar 70% kasus kekerdilan di Kabupaten Madiun disebabkan faktor sensitif. Berbagai upaya dilakukan Dinkes untuk mengetasinya.
“Misalnya pengoptimalan posyandu, peningkatan gizi, dan upaya lain dari tiap puskesmas. Penanganan kekerdilan sensitif melibatkan banyak dinas, seperti DPUPR, Dinsos, dan Dikbud,” jelas Sufiyanto.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif