SOLOPOS.COM - Sejumlah wartawan menikmati panorama Gunung Arjuna (JIBI/Solopos/Antara/Musyawir)

Sungai Brantas kritis, mata air di hulu sungai itu menyusut hingga 50%.

Solopos.com, BATU — Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup Jawa Timur (Walhi Jatim) mensinyalir pada satu dekade terakhir kawasan hulu Sungai Brantas mengalami ekologi kritis. Akibatnya, mata air di Batu menyusut hingga 50%.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Purnawan Dwikora Negara dari Dewan Daerah Walhi Jatim mengatakan dalam satu dekade terakhir ini hampir 50% mata air di daerah kaki Gunung Arjuna tersebut telah mati. “Sepuluh tahun lalu jumlah mata air di hulu sebanyak 421 mata air dan tersebar di Kota Batu, Mojokerto dan Pasuruan,” kata Purnawan, Selasa (20/1/2015).

Dari jumlah itu, 111 mata air di antaranya berada di Kota Batu. Namun, saat ini, separuh di antara sumber tersebut telah mati.

Matinya sumber mata air tersebut disebabkan sejumlah faktor utamanya kerusakan kawasan karena alih fungsi lahan. Ada pula akibat kawasan konservasi yang telah berubah menjadi kawasan terbangun seperti pembangunan The Rayja Batu Cottage yang dibangun berdekatan dengan mata air Gemulo di Bulukerto Kecamatan Bumiaji Kota Batu.

“Untuk mencegah kerusakan lebih parah Pemerintah Kota Batu kami harapkan melakukan penataan kawasan. Terutama mempertahankan kawasan lindung atau konservasi atau menambah kawasan lindung dengan cara membebaskan lahan untuk digunakan kepentingan konservasi mempertahankan sumber air,” jelas dia.

Hidupi Jatim
Pemkot Batu, menurut Walhi Jatim, mestinya juga mendata dan menganalisis penyebab matinya mata air. Selanjutnya dilakukan usaha untuk mengembalikan sumber air kembali mengalir.

Selama ini, masyarakat setempat menggantungkan hidupnya untuk air minum dan mengaliri areal perkebunan buah, bunga dan sayuran di Batu. Sungai Brantas sendiri mengalir sepanjang 320 km dan melintasi 14 kota dan kabupaten di Jatim.

“Air Sungai Brantas menghidupi warga Jatim dimanfaatkan untuk bahan baku air minum, irigasi, memenuhi bahan baku industri dan pembangkit listrik,” ujarnya.

Menurutnya pembangunan The Rayja Batu Cottage telah berdampak terhadap kelestarian mata air di Gemulo. Sumber yang berjarak sekitar 200 meter dari lokasi pembangunan hotel debitnya mulai mengecil. Para petani harus bergantian mengaliri sawah.

Imam Gunadi, petani mawar di Bulukerto Kecamatan Bumiaji Kota Batu, mengatakan petani membutuhkan air yang cukup untuk tanamannya. Jika pasokan air terlambat bakal menganggu pertumbuhan tanaman dan bunga.

“Bunga mawar tidak bisa berkembang dengan baik jika kesulitan air maupun mengendalikan hama dan penyakit,” tambah dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya