Jatim
Minggu, 31 Juli 2022 - 14:55 WIB

Sejarah Tiga Pusaka yang Dikirab saat Grebeg Suro Ponorogo

Ronaa Nisa'us Sholikhah  /  Abdul Jalil  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Tiga pusaka milik Ponorogo dibawa ke makam Batoro Katong untuk dikirabkan keesokan harinya, Kamis (28/7/2022). (Ronaa Nisa’us Sholikhah/Solopos.com)

Solopos.com, PONOROGO — Setiap menjelang Grebeg Suro, tiga pusaka milik Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, dikeluarkan dan dikirab dari makam Batoro Katong ke lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo. Kirab pusaka itu dalam rangka mengenang perpindahan Kabupaten Ponorogo.

Sunarso, Budayawan Ponorogo, mengatakan sebenarnya pusaka milik Ponorogo itu ada empat. Yakni, tombak Kanjeng Kiai Tunggul Nogo, Payung Kiai Tunggul Wulung, Angkin atau Cinde Puspito, dan keris Kiai Kodok Ngorek.

Advertisement

‘’Tapi keris Kiai Kodok Ngorek itu sudah tidak ditemukan lagi setelah Bupati Cokronegoro yang kedua,’’ kata Sunarso, Senin (25/7/2022).

Setelah Bupati Eyang Mertohadinegoro meninggal dunia, posisi bupati digantikan Cokronegoro. Saat itu, Ponorogo memiliki pusaka tambahan. Sebab, kakeknya menjadi menantu Pakubuwono III dan diberi keris Kiai Kodok Ngorek.

Advertisement

Setelah Bupati Eyang Mertohadinegoro meninggal dunia, posisi bupati digantikan Cokronegoro. Saat itu, Ponorogo memiliki pusaka tambahan. Sebab, kakeknya menjadi menantu Pakubuwono III dan diberi keris Kiai Kodok Ngorek.

Baca Juga: Mengenal Eyang Ismoyo, Pemimpin Kerajaan Gaib Klampis Ireng Ponorogo

Keris itu sempat menjadi pusaka milik Ponorogo namun hanya sampai Eyang Cokronegoro kedua. Sampai sekarang belum diketahui tempatnya dimana. Namun, Sunarso mengatakan masih ada bukti sejarahnya.

Advertisement

Pusaka Kanjeng Tunggul Nogo dan Tunggul Wulung itu milik Majapahit, Eyang Brawijaya kelima. Sunarso menjelaskan bahwa saat terjadi perebutan kekuasaan, kedua pusaka itu ada yang merawat. Yakni, Eyang Joyodrono dan Joyodipo.

Saat kondisi terhimpit, Brawijaya berpesan kalau ada orang yang mengetahui keberadaan tombak itu merupakan keturunannya. Joyodrono pergi ke Ponorogo dan bertapa. Dalam perjalanannya bertemu dengan Batoro Katong, Patih Seloaji, dan Ki Ageng Mirah.

Baca Juga: Adu Banteng Truk dan Bus di Kulonprogo, 1 Meninggal & 3 Orang Luka-Luka

Advertisement

‘’Eyang Batoro Katong melihat tombak Kiai Tunggul Nogo dipasang di Goa Segolo-Golo. Makanya pusaka itu diserahkan ke Eyang Batoro Katong,’’ ungkapnya.

Kehebatan tombak itu terbukti saat Ponorogo diserang oleh Ki Ageng Kutu setelah Jumatan. Secara logika Batoro Katong bakal kalah lantaran hanya memiliki 40 santri. Sedangkan, Ki Ageng Kutu memiliki 200 pasukan.

Namun, Batoro Katong dibantu oleh Patih Seloaji yang punya kehebatan dalam berperang. Tombak itu digunakan untuk menghadang dan seketika kuda Ki Ageng Kutu lari terbirit-birit.

Advertisement

‘’Cinde itu sabuk yang dipakai oleh Eyang Batoro Katong,’’ jelasnya.

Baca Juga: Wow! Festival Reog Ponorogo Diusulkan Jadi Event Internasional

Sejarah adanya kirab pusaka yang berupa tombak, angkin, dan payung itu merupakan perjalanan perpindahan dari Kota Lama ke Kota Tengah pada tahun 1837. Saat itu pada masa Bupati Mertonegoro yang dimakamkan di Desa Tajug, Kecamatan Siman.

Saat itu, hanya ada empat Kadipaten. Yakni, Kadipaten Pedanten, Kuto Wetan, Sumoroto, dan Polorejo. Keempatnya memiliki kekosongan kepemimpinan dan dijadikan satu Kadipaten dan dipimpin oleh Mertonegoro.

‘’Tapi saat itu hanya Sumoroto yang belum bergabung dan baru tahun 1887 bergabung menjadi satu Kabupten Ponorogo,’’ terangnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif