SOLOPOS.COM - Kelenteng Hwie Ing Kiong Madiun, Jatim dalam masa pembenahan menyambut Tahun Baru 2567 Imlek, Minggu (24/1/2016). (Irawan Sapto Adhi/JIBI/Madiunpos.com)

Sejarah Madiun mencatat pengalaman kelam penganut ajaran Tridarma sehingga pengurus Kelenteng Hwie Ing Kiong tidak mengetahui secara pasti jumlah umatnya di Kota Madiun dan Kabupaten Madiun.

Madiunpos.com, MADIUN — Pengurus Kelenteng Hwie Ing Kiong Madiun, Jawa Timur (Jatim) mengakui belum bisa mengetahui secara pasti jumlah penganut ajaran Tridarma—Buddha, Taoisme, dan Konghucu—di Kota Madiun dan Kabupaten Madiun. Hal itu berkaitan dengan sejarah kelam warga keturunan Tionghoa di Madiun pada masa lalu.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Pejabat Humas Kelenteng Hwie Ing Kiong, Lianawati, mengatakan Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Madiun maupun Kantor Kemenag Kabupaten Madiun kerap bertanya kepada pengurus kelenteng terkait data jumlah penganut ajaran Tridarma—Buddha, Taoisme, dan Konghucu—di Kota Madiun dan Kabupaten Madiun. Namun, lanjut dia, pengurus Kelenteng Hwie Ing Kiong belum bisa memberikan kepastian data tersebut.

“Kelenteng utamanya menjadi wadah para penganut Tridarma. Namun, kami tidak bisa melarang, ternyata banyak umat Kristen dan Katolik [keturunan Tionghoa] yang datang ke kelenteng untuk bersembahyang. Kehadiran mereka salah satunya membuat kami sulit menghitung secara pasti jumlah penganut Tridarma,” kata Lianawati kepada Madiunpos.com di Kelenteng Hwie Ing Kiong, Minggu (24/1/2016).

Sejarah Kelam

Pejabat Humas Kelenteng Hwie Ing Kiong Madiun, Lianawati, saat berbincang di kelenteng setempat, Kota Madiun, Minggu (24/1/2016). (Irawan Sapto Adhi/JIBI/Madiunpos.com)

Pejabat Humas Kelenteng Hwie Ing Kiong Madiun, Lianawati, saat berbincang di kelenteng setempat, Kota Madiun, Minggu (24/1/2016). (Irawan Sapto Adhi/JIBI/Madiunpos.com)

Lianawati lalu berkisah tentang sejarah kelam warga keturunan Tionghoa di Madiun pada masa lalu. Pada zaman pemerintahan Presiden Soeharto, tuturnya, semua penganut Tridarma memiliki kartu tanda penduduk (KTP) dengan keterangan agama yang sama, yakni Buddha. Presiden Soeharto mengiliminasi Penetapan Presiden Nomor 1. Pn. Ps. Tahun 1965 yang mengakui Konghucu sebagai satu dari enam agama resmi di Indonesia.

Kondisi berbeda, lanjut dia, dirasakan umat Konghucu setelah memasuki pemerintahan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur mencabut segala peraturan perundangan masa Soeharto yang mengeliminasi agama Konghucu.

Penghargaan kepada Leluhur
Saat Konghucu dimarginalisasi pada masa Orde Baru, kata Lianawati, tidak semua penganut Tridarma mengganti keterangan agama pada kartu identitas mereka dengan agama Buddha, ada yang beralih ke agama lain juga. Setelah kekuasaan Orde Baru berakhir pada 1998, mulailah umat Konghucu menampakkan aktivitas mereka kembali.

“Kelenteng milik sejuta umat. Penganut agama Katolik cukup sering datang ke kelenteng. Mereka hadir lebih untuk menunjukkan penghargaan atas tradisi nenek moyang atau leluhur. Kami tidak bisa menyebut mereka bukan bagian dari umat. Jadi memang susah untuk mengetahui jumlah secara khusus penganut Tridarma,” papar Lianawati.

 

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Madiun Raya
KLIK di sini untuk mengintip Kabar Sragen Terlengkap

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya