SOLOPOS.COM - Warga Ponorogo berselawat diiringi alat musik terbangan untuk menyambut Bulan Ramadan di halaman Warung Wakoka, Jumat (20/5/2016). (Abdul Jalil/JIBI/Madiunpos.com)

Ramadan 2016, warga Ponorogo menyambut kedatangan Ramadan dengan doa dan selawat.

Madiunpos.com, PONOROGO — Warga Ponorogo menyambut malam Nifsyu Sya’ban dengan berselawat dan menyanyikan syair Arab dengan nada gending Jawa, Jumat (20/5/2016) malam, di halaman Warung Wakoka di Jl. Menur, Siman, Ponorogo.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Prosesi tersebut dilengkapi dengan sajian makanan berupa nasi dan ingkung ayam kampung.

Ada sekitar 30 orang mengikuti acara itu, mereka terdiri atas penabuh alat musik terbangan dan pembaca selawat.

Sebagian dari mereka mengenakan pakaian khas Warok yang serba hitam dan mengenakan blangkon. Para penabuh alat musik terbangan ini terlihat sudah keriput dan usia mereka diperkirakan lebih dari 50 tahun.

Suara mendayu-dayu dari warga yang sudah tidak muda lagi itu memberi nuansa kembali ke masa dahulu. Alat musik yang mengiringi bacaan selawat juga terdengar merdu.

Seusai melantunkan selawat, beberapa orang keluar dari dapur rumah dengan membawa ingkung ayam kampung beserta nasi dan berbagai sayur-sayuran.

Ingkung ayam beserta nasi itu diletakkan di tengah-tengah lokasi acara dan tak lama setelah itu beberapa orang menggerombol untuk menikmati sajian tersebut.

Tokoh masyarakat setempat, Raharjo, menuturkan acara syukuran dan selawatan ini dalam rangka menyambut malam Nifsyu Sya’ban dan menyambut datangnya bulan suci Ramdan.

Dia menyampaikan tradisi megengan atau salawatan itu sudah menjadi tradisi nenek moyang. Menurut dia, pembacaan selawat itu untuk menjunjung tinggi Nabi Muhammad SAW.

“Jangan disalahpahami, kami membikin ambengan berupa ingkung ayam kampung ini hanya sebagai sarana untuk mendoakan orang yang telah meninggal dunia. Berdoanya tetap kepada Allah SWT,” kata dia.

Dalam tradisi ini, kami juga berharap kepada Tuhan supaya diberi kekuatan untuk bisa menjalani puasa wajib satu bulan penuh di bulan Ramadan nanti.

Lebih lanjut, dia menuturkan tradisi seperti ini harusnya terus dilestarikan generasi penerus. Hal ini supaya kekayaan tradisi khas daerah tidak punah, karena tidak ada yang melanjutkan.

Salah seorang warga, Heru, mengatakan kegiatan tersebut sangat bagus supaya tradisi khas Ponorogo bisa terjaga dengan baik. Meskipun dalam acara tersebut untuk penabuh terbangan didominasi orang tua.

“Minimal orang tahu, bahwa di Ponorogo ada tradisi terbangan atau megengan saat menyambut datangnya bulan Ramadan,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya