SOLOPOS.COM - Pekerja mengangkut raskin di Gudang Bulog Kediri (JIBI/Solopos/Antara/Rudi Mulya)

Pertanian Jatim tak diimbangi kinerja baik Bulog setempat.

Madiunpos.com, SURABAYA — Menjelang musim panen, Juli 2015, Perum Bulog (Persero) Divisi Regional Jawa Timur hanya mampu menyerap 8.000 ton beras petani/hari. Buruknya kinerja Bulog Jatim itu disebabkan masih tingginya harga gabah dan beras di tingkat petani. Harga yang ditetapkan petani itu di atas harga patokan pemerintah (HPP).

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Kepala Bulog Divre Jatim Witono menjelaskan penyerapan beras untuk keperluan stabilisasi harga akan lebih difokuskan pada jenis premium. Sementara itu, serapan jenis medium ditujukan untuk memperkuat cadangan beras pemerintah (CBP) dan raskin. “Sampai sat ini, kami menyerap beras petani 8.000 ton. Jika panen melimpah, kami bisa menyerap hingga 9.000 ton,” jelasnya dalam keterangan resmi yang dilansir Setdaprov Jatim, Rabu (3/6/2015).

Dia mengaku data final jumlah stok beras di gudang Bulog Divre Jatim belum tuntas, mengingat jumlahnya akan terus bertambah hingga saat panen tiba. Akan tetapi, dia meyakinkan pasokan beras Jatim akan cukup hingga saat Idulfitri. Selain tingginya harga gabah—yang di beberapa kabupaten mencapai Rp5.000/kg—di tingkat petani, tantangan serapan Bulog Jatim adalah untuk segmen beras premium. Pasalnya, preferensi konsumen sudah semakin beralih ke tipe beras yang lebih baik.

“Beras premium akan kami serap untuk operasi pasar [OP] dan juga dijual di Bulogmart. Saat ini, selera masyarakat sudah bergeser dari beras medium ke premium, jadi stok [beras premium] kami tidak terbatas.”

Simpan Hasil Panen
Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tahir berpendapat hal yang perlu diwaspadai Bulog saat musim panen adalah kecenderungan petani menyimpan hasil panen untuk kebutuhan sehari-hari (gadu).

Dia mengatakan musim gadu biasa terjadi antara Juni hingga musim kemarau tiba. Untuk itu, dia memperingatkan jika Bulog tidak mengoptimalkan serapan mulai dari sekarang, saat musim gadu tiba BUMN tersebut akan makin kesulitan memperkuat pengadaan CBP.

Menurut Winarno, Bulog tidak seharusnya terpaku pada perannya sebagai stabilitator harga bahan pangan paling pokok di Indonesia itu. Bulog dinilai perlu lebih mengembangkan sayap bisnis komersialnya.

Selama ini, bisnis komersial Bulog hanya mencapai 10%. Idealnya, kata Winarno, bisnis komersial Bulog mencapai 30% agar perusahaan pelat merah itu dapat meningkatkan pendapatan dan tidak terlalu tergantung pada suntikan modal negara.

Di Atas HPP GKP
Kabid Statistik Distribusi Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim Satriyo Wibowo sebelumnya menjelaskan sampai saat ini harga gabah tertinggi di tingkat petani di provinsi itu masih melewati Rp5.000/kg, jauh di atas HPP gabah kering panen (GKP) pada level Rp3.700/kg.

“Selama ini pemerintah provinsi bekerja sama dengan Bulog. Kalau suplainya tinggi, akan dibeli olehBulog. Hanya memang [BPS Jatim mencermati] dua tahun terakhir, harga gabah selalu di atas HPP, sehingga Bulog tidak bisa beli karena plafon mereka hanya Rp3.700/kg.”

Dia menjelaskan tingginya harga GKP disebabkan Jatim juga menyuplai pasokan gabah dan beras untuk beberapa provinsi di Sumatra, seluruh Kalimantan, dan kawasan Indonesia Timur kecuali Sulawesi Selatan, sehingga Bulog harus bersaing dengan banyak pembeli swasta.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya