SOLOPOS.COM - Mbah Kodok Ibnu Sukodok saat melangsungkan pernikahannya dengan Peri Setyowati. (Istimewa)

Pernikahan peri dengan manusia di Ngawi menimbulkan pro kontra. Inilah penjelasan Bramantyo, pemilik acara mantu,

Madiunpos.com, NGAWI – Sejak acara kontroversial pernikahan manusia dengan peri digelar di Ngawi, tak sedikit publik yang beranggapan acara itu adalah bentuk penyimpangan. Bahkan, tak sedikit yang menilai acara itu penuh dengan kemusrikan.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Bramantyo Prijosusilo, seniman yang menggelar acara itu menjelaskan, acara pernikahan Peri Setyowati dengan Mbah Kodok di Ngawi Oktober 2014 lalu adalah pernikahan adat Jawa. Menurutnya, acara pernikahan tersebut bukan sebuah pernikahan dengan kaidah agama yang meniscayakan ketentuan syarat dan rukun tertentu.

“Pernikahan peri dengan manusia itu adalah upacara adat Jawa. Jangan dinilai dari hukum agama,” paparnya saat berbincang dengan Madiun Pos di kediamannya, Desa Sekaralas, Widodaren, Ngawi, Rabu (3/6/2015).

Murid penyair legendaris WS Rendra ini menjelaskan, pernikahan peri dengan manusia menurutnya adalah salah satu upaya memperbaiki hubungan antara manusia dengan mahluk lain. Dalam ikatan tersebut, kata dia, tak ada hal yang merugikan, tak ada bentuk kesyirikan, atau saling mengganggu. Sebaliknya, yang terjadi justru terjadinya silaturahmi budaya.

“Kalau banyak orang menyebut acara itu syirik, di mana syiriknya. Justru itu kebalikan syirik, sebab manusia yang menolong mahluk halus, bukan manusia yang meminta mahluk halus. Bukankah manusia itu khalifah di bumi,” jelas Bram.

Sebagai sesama mahluk, Bram ingin menegaskan bahwa selama ini mahluk halus, baik itu jin, peri, atau danyang, kerap dianggap musuh atau buruk oleh manusia. Pandangan negatif itulah yang membuat mereka tersingkir dan manusia secara tak sengaja telah merasa paling baik.

“Kalau memang manusia baik, justru merangkul mereka. Bukan merusak alam, merusak tempat-tempat para danyang,” terangnya.

Bram sangat yakin, kedewasaan masyarakat secara perlahan akan tumbuh. Setidaknya, saat ini masyarakat di sekitar Alas Begal, tempat tinggal Peri Setyowati, mulai peduli dengan sesama dan alam karena pernikahannya dengan Mbah Kodok. Hubungan harmonis ini telah menjadi pendulum perubahan sosial yang cukup efektif tanpa harus menggunakan ajakan bahasa verbalistik.

“Karena kesadaran masyarakat tersentuh. Saat ini, masyarakat sendiri yang menjaga hutan, mereka yakin hutan ini ada penghuninya yang harus tetap saling menjaga,” paparnya.

KLIK dan LIKE di sini untuk update informasi Madiun Raya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya