SOLOPOS.COM - Dokumentasi olahraga bersama keluarga besar Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). (Facebook.com)

Ormas Gafatar jadi sorotan dan dianggap sesat, namun Jaringan Islam Antidiskriminasi (JIAD) Jawa Timur punya pandangan berbeda.

Madiunpos.com, KEDIRI — Organisasi kemasyarakatan (ormas) Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) dianggap kalangan tokoh Islam sesat. Jaringan Islam Antidiskriminasi (JIAD) Jawa Timur punya pandangan berbeda.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Koordinator JIAD Jatim Aan Anshori kepada pers di Kediri, Rabu (13/1/2016), bahkan menilai penanganan terhadap ormas Gafatar telah berlebihan. “Kesigapan pemerintah dan reaksi MUI atas apa yang disebut dengan Gafatar cenderung berlebihan,” ujar Aan Anshori.

Menurutnya, penanganan kelompok masyarakat tersebut seharusnya lebih hati-hati. Terlebih lagi, terkait dengan adanya tudingan bahwa kelompok tersebut sesat.

“Tudingan kelompok tersebut sesat dan berpotensi mendirikan negara perlu disikapi secara wajar dan adil. Konstitusi menjamin kemerdekaan berserikat, berekspresi, dan bahkan kemerdekaan beragama/berkeyakinan,” paparnya mengingatkan.

Ia mengatakan dalam negara demokrasi yang relatif kondusif seperti Indonesia, tidak ada alasan bagi negara untuk mengamputasi hak-hak dasar warga negara tanpa keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Orang tidak bisa diperlakukan sebagaimana kriminal sampai ada vonis pengadilan.

Ia mencontohkan kejadian yang menimpa dokter Rica dan anaknya yang masih balita, yang disebut-sebut menjadi pengikut gerakan ini, adalah individu dewasa yang punya hak untuk melakukan keyakinannya sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang.

“Apa yang salah dengan perempuan ini jika ia memilih dengan sadar keyakinan politiknya? Justru cara-cara represif rezim Jokowi dan model otoritarianisme MUI dalam menentukan mana keyakinan keagamaan yang sesat dan tidak, patut kita kritik,” ujarnya.

HTI Dibiarkan
Ia berharap, adanya klaim sesat itu tidak secara mudah diucapkan. Misalnya, klaim sesat dari MUI yang menyebabkan ratusan pengungsi Syiah Sampang dan Ahmadiyah di Transito yang justru menyengsarakan mereka.

Aan justru mempertanyakan adanya organisasi yang saat ini dengan bebas, yang justru secara nyata mendeklarasikan diri ingin mengganti Pancasila dengan ideologi agama (Islam), sebagaimana yang diyakini oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Ia menilai, pemerintah dan MUI seakan bungkam dan lumpuh terhadap organisasi-organisasi tersebut.

Untuk itu, ia pun meminta agar pemerintah lebih bijak terkait dengan penanganan masalah kelompok masyarakat, salah satunya Gafatar. Kelompok masyarakat Gafatar saat ini tengah menjadi sorotan, setelah adanya kabar menghilangnya sejumlah orang, termasuk dokter Rica serta anaknya yang hilang pada 30 Desember 2015.

Aksi sosial yang menjadi ciri organisasi kemasyarakatan itu dianggap hanya kedok penetrasi pandangan keagamaan mereka setelah sejumlah aktivisnya menghilang tanpa pamit keluarga. Polisi akhirnya menemukan dokter Rica Tri Handayani dan anak balitanya di Kalimantan Tengah, Pangkalan Bun, pada Senin (11/1/2016). Walaupun masih menyelidiki latar belakang kasus ini, temuan sementara kepolisian menyebutkan Rica adalah “bekas aktivis Gafatar”.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya