SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Dok)

Muktamar NU, sebuah organisasi keagamaan terbesar di Tanah Air mulai disoal sejumlah kalangan. Pasalnya, muktamar yang ke-33 di Jombang tersebut mulai santer berhembus kabar tak sedap.

 

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Madiunpos.com, SURABAYA – Gerakan Penyelamat Nahdlatul Ulama (GPNU) mengkritisi pelaksanaan Muktamar Ke-33 Nahdlatul Ulama (NU) di Jombang, Jawa Timur, 1-5 Agustus tahun ini.

 

Pasalnya, muktamar organisasi keagamaan berbasis pesantren tersebut dikendalikan oleh kepanitiaan layaknya event organizer (EO) dengan memasang target penggalangan dana cukup fantastis, yakni Rp15 miliar.

 

“Ada kabar dari panitia (EO) Muktamar NU 2015 bahwa perhelatan itu akan menelan dana Rp15 miliar, tentu hal itu sangat berlebihan. Sebagai organisasi para ulama seharusnya menampilkan kesederhanaan dan keikhlasan,” kata koordinator GPNU M Khoirul Rijal di Surabaya, Jumat (20/2/2015).

 

Apalagi, katanya, kepanitiaan yang bersifat EO itu tidak cocok untuk organisasi yang berbasis pesantren dan masyarakat tradisional, karena keikhlasan khas pesantren itu justru khas NU, karena NU itu menampilkan kesederhanaan dan bukan kemewahan.

 

“Dana yang lumayan itu bisa dimanfaatkan untuk memberdayakan ekonomi umat atau jamaah NU yang masih banyak dihimpit soal ekonomi, apalagi dana bantuan untuk muktamar itu tidak hanya sponsorship tapi juga dari kantong kas negara, sehingga harus kembali kepada rakyat,” katanya.

 

Menurut dia, pelaksanaan Muktamar NU yang nantinya kembali pada spirit pesantren dan juga akan memanfaatkan sarana pesantren itu seharusnya mengutamakan nilai-nilai pesantren yakni kesederhanaan, kejujuran, pengabdian, gotong-royong, dan kebersamaan.

 

“Kembali secara spirit dan filosofis itu juga harus kembali secara fisik, karena dengan kembali ke pesantren, kita dihadapkan pada fasilitas seadanya, dilayani secara apa adanya. Tetapi dari sini kita bisa bangkitkan pola hidup sederhana dan kebersamaan,” katanya.

 

Oleh karena itu, kepanitiaan forum musyawarah tertinggi di lingkungan organisasi NU itu seharusnya dikembalikan kepada organisasi, baik kepanitiaan pusat (nasional), kepanitiaan daerah (provinsi), maupun kepanitiaan lokal (kabupaten/kota), sehingga bukan kepanitiaan ala EO yang menggerus kesederhanaan ala ulama dan pesantren.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya