SOLOPOS.COM - Pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang K.H. Solahuddin Wahid. (JIBI/Solopos/Dok.)

Muktamar NU di Jombang menjadi pemicu perpecahan di tubuh organisasi terbesar umat Islam Indonesia tersebut.

Solopos.com, JOMBANG — Muktamar Ke-33 Nahdlatul Ulama (NU) di Jombang, Jawa Timur, Rabu (5/8/2015) malam, terbelah dua. Sebagian muktamirin melakukan pertemuan di Alun-Alun, sebagian lainnya di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. Apa kata Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng K.H. Sholahudin Wahid alias Gus Solah terkait perpecahan anggota organisasi terbesar umat Islam Indonesia tersebut?

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Tatkala ditemui wartawan Kantor Berita Antara di Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Kamis (6/8/2015), Gus Solah tak mampu menunjukkan kekhawatirannya konflik di antara nahdliyin—sebutan umat Nahdlatul Ulama—bakal bertambah parah. Ia meminta agar jangan perbedaan di organisasinya itu berujung pada insiden pecat memecat keanggotaan.

“Harapannya konflik bisa diselesaikan dengan baik, tidak ada pecat memecat,” tutur Gus Sholah.

Ia mengaku kecewa dengan proses Muktamar Ke-33 NU yang digelar di Jombang. Ia ingat betul kejadian ini hampir mirip dengan Muktamar Ke-29 NU yang digelar di Cipasung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, 1-5 Desember 1994.  Saat itu, juga terjadi konflik yang hampir serupa konflik di tumuh NU saat ini.

Kala itu, Gus Dur terpilih menjadi Ketua Umum PBNU dalam muktamar itu, dan salah satu puncaknya adalah pembentukkan PBNU tandingan oleh Abu Hasan, yang kalah dalam pemilihan ketua umum.  Abu Hasan akhirnya memproklamasikan berdirinya Koordinasi Pengurus Pusat NU (KPP-NU), yang strukturnya dibuat identik dengan PBNU. Abu Hasan juga duduk sebagai Ketua Tanfidziyah. Sejumlah nama tokoh dicatut, di antaranya almarhum K.H. Zainuddin MZ.

Gus Solah tidak ingin insiden Muktamar di Cipasung itu juga terjadi pada Muktamar Ke-33 NU di Jombang ini. Untuk itu, saat sejumlah pengurus wilayah nahdlatul ulama (PWNU) serta pengurus besar nahdlatul ulama (PBNU) memintanya untuk dilakukan muktamar tandingan, ia menolak. “Saya tidak setuju, Pak Hasyim juga tidak setuju. Saya tidak larang, cuma memberi saran,” katanya menanggapi terkait wacana muktamar tandingan.

Ia juga enggan berkomentar terkait dengan terpilihnya Rais Am PBNU Kiai Ma’ruf Amin (sebelumnya K.H. Mustofa Bisri, tapi mengundurkan diri) serta Ketua Tanfidziah K.H. Said Aqil Siradj.  Ia hanya berharap, pengurus yang terpilih ke depan bisa menjalankan berbagai program serta amal dan usaha dari NU seperti mendirikan sekolah maupun mendirikan rumah sakit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya