SOLOPOS.COM - Ardhi Firman Purwiyansyah, pelaku offtaker dalam program Makmur di Kabupaten Ponorogo, Selasa (28/11/2023). (Abdul Jalil/Solopos.com)

Solopos.com, PONOROGO — Kabupaten Ponorogo menjadi salah satu daerah penghasil jagung terbesar di Jawa Timur. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2021, Kabupaten Ponorogo berhasil menghasilkan jagung sebanyak 333.565 ton.

Jagung menjadi salah satu komoditas tanaman pangan yang banyak dibudidayakan petani di Ponorogo setelah padi. Setiap tahun, lahan pertanian yang ditanami jagung terus mengalami peningkatakan. Masih menurut data BPS, jika pada 2020 lahan yang ditanami jagung hanya 46.136 hektare, luasan lahan ini meningkat cukup signifikan pada tahun 2021 yakni mencapai 47.309 hektare lahan yang ditanam jagung. Tren ini dipercaya terus mengalami peningkatan hingga 2023 ini.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Peningkatan produksi jagung ini beriringan dengan terlaksananya program Makmur atau Mari Kita Majukan Usaha Rakyat. Program yang digagas Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BMUN) itu telah ada sejak 2021. Program Makmur ini bertujuan membangun ekosistem yang menghubungkan petani dengan sejumlah perusahaan BUMN sehingga meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani dari hasil usaha tani.

Di Ponorogo, program Makmur ingin mengembangkan sektor pertanian jagung. Para petani di Ponorogo yang telah lama bergelut dengan sektor pertanian jagung terasa memiliki support system melalui program tersebut. Sejak bertahun-tahun lamanya, para petani jagung ini selalu kalah dengan rantai penjualan hasil panen yang dikuasai oleh tengkulak.

Permasalahan yang pelik dan rumit di dunia pertanian jagung, membuat warga enggan untuk menanam tanaman yang memiliki nama ilmiah Zea Mays itu. Permasalahan itu yang ingin dipecahkan Ardhi Firman Purwiyansyah, pelaku offtaker dalam program Makmur di Ponorogo.

Pemuda berusia 26 tahun itu bercerita permasalahan para petani jagung itu ada tiga, yakni keterbatasan modal tanam, sulitnya mencari pupuk, dan rendahnya harga panen. Kondisi ini yang membuat para petani menjadi “takut” kalau harus bertaruh modal untuk menanam jagung.

“Mata rantai yang panjang membuat petani kesulitan bergerak. Seperti panjangnya distribusi pupuk ke petani. Padahal pupuk ini penting untuk petani. Melalui progran Makmur, semua itu dipangkas. Petani bisa langsung membeli pupuk ke offtaker, tanpa perantara kios maupun pengepul. Jadi harganya bisa lebih murah jika dibandingkan dengan membeli di kios,” jelas Ardhi yang ditemui di gudangnya di Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo, Selasa (28/11/2023).

Ardhi menceritakan, perusahannya PT. Arfarm Bhineka Nusa Jaya dipercaya oleh Pupuk Indonesia dan di bawah pendampingan PT Pupuk Kalimantan Timur menjadi offtaker dalam program Makmur ini sejak 2021. Namun, setahun sebelumnya ia juga telah menjadi offtaker untuk program Agrosolution dari Kementerian BUMN. Offtaker sendiri merupakan pemasok kebutuhan industri maupun pasar. Offtaker memiliki peranan penting dalam program Makmur, karena yang menghubungkan antara industri dengan petani.

program makmur di ponorogo
Pekerja menjemur jagung di gudang Ponorogo. (Istimewa)

Pada 2020 dan 2021, Ardhi memulai melakukan pembinaan para petani jagung di empat kecamatan di Kabupaten Ponorogo, yakni Kecamatan Jenangan, Siman, Mlarak, dan Jetis. Saat itu, luas lahan yang mengikuti program Makmur sebanyak 100 hektare. Antusias para petani waktu itu cukup bagus, karena mereka mendapatkan permodalan, memberikan jaminan ketersediaan pupuk, dan diberikan jaminan untuk penjualan hasil panen.

Tak disangka dua tahun masa pengenalan, banyak petani yang berminat untuk menjadi mitra di program Makmur. Hal itu terbukti pada 2022, jumlah lahan yang mengikuti program ini naik lima kali lipat, atau mencapai 500 hektare di seluruh wilayah Ponorogo. Namun, jumlah lahan yang ditanami jagung merosot pada 2023 yaitu hanya 300 hektare.

“Untuk saat ini program Makmur sudah menyasar di seluruh wilayah di Ponorogo. Padahal awalnya cuma empat kecamatan saja,” ujar dia.

Para petani yang mengikuti program ini juga mendapatkan edukasi menganai penanaman, pemupukan, hingga pemanenan yang tepat.

Sebelum menanam, tanah yang akan disebar benih jagung akan dicek dulu kandungan tanahnya. Hal ini penting supaya petani bisa menakar kebutuhan pupuk untuk lahan tersebut. Pengecekan tanah ini melalui mekanisme ilmiah yang dilakukan oleh para ahli menggunakan alat canggih.

“Jadi tahu kandungan Ph tanahnya seperti apa. Kalau untuk tanaman jagung, pH tanahnya harus stabil,” ujarnya.

Setelah mengetahui kondisi tanah tersebut, selanjutnya petani akan direkomendasikan pupuk yang cocok untuk meningkatkan kualitas tanah. Sehingga petani dalam membeli pupuk itu tidak sembarangan dan takarannya pun terukur.

Semisal untuk pupuk produksi dari PT Pupuk Kalimatan Timur menggunakan pupuk merek Daun Buah dan Pelangi. Kemudian pupuk dari PT Petrokimia Gresik direkomendasikan Phonska Plus.

program makmur

Ilustrasi (Paulus Tandi Bone/JIBI/Bisnis Indonesia)

“Jadi untuk pupuk yang digunakan oleh petani dalam program Makmur ini adalah pupuk non-subsidi bukan pupuk subsidi,” kata Ardhi.

Untuk kebutuhan pupuk, lahan seluas 1 hektare membutuhkan pupuk sekitar 300-500 kilogram. Karena sebelumnya telah dilakukan pengecekan tanah, petani hanya membutuhkan satu jenis pupuk saja. Sehingga petani bisa lebih berhemat untuk biaya pupuk.

“Jadi kita berikan edukasi mengenai penggunaan pupuk. Jangan sampai ada petani yang masih berpikir tanaman dikasih pupuk banyak, supaya hasilnya juga banyak. Bukan seperti itu. Kami latih supaya menggunakan pupuk supaya tepat guna,” ujar dia.

Hasil Panen

Setelah masa panen tiba, kata Ardhi, petani juga tidak perlu pusing menjual hasil panen jagung mereka. Para petani bisa menjual jagung tersebut ke offtaker. Dia menyampaikan harga yang ditawarkan pun di atas harga pasar. Pada tahun ini, harga jagung per kilogramnya mencapai Rp4.700.

Harga ini cukup tinggi, karena sebelumnya saat masih menjual melalui tengkulak harganya hanya di angka Rp2.900 per kg.

“Karena dulu sebelum ada offtaker, itu rantai penjualannya panjang. Jadi harga dari petani sangat murah. Kalau sekarang melalui offtaker, petani bisa mendapatkan keuntungan lebih banyak. Karena offtaker akan menjual langsung ke pabrik,” jelasnya.

Setiap bulan, pihaknya mampu mengirim jagung ke pabrik antara 250 ton hingga 500 ton. Ia tidak hanya mengambil hasil panen jagung dari petani anggota program Makmur saja, tetapi juga mengambil jagung dari petani se wilayah Madiun Raya.

“Kami selalu target memenuhi permintaan pabrik.”

Jagung hasil petani ini ada yang dikirim untuk pabrik pakan ternak dan ada yang dikirimkan untuk bahan makanan manusia.

Setelah petani mendapatkan hasil panen, kata Ardhi, mereka akan membayar biaya modal penanaman hingga pupuk di offtaker program Makmur.

“Jadi petani di program Makmur ini hanya tinggal menanam dan merawat tanaman jagung mereka. Karena benih pupuk dari kita, mereka membayar ketika sudah panen,” ujarnya.

Dalam 1 hektare lahan, petani bisa menghasilkan panen antara 10 ton hingga 12 ton. Dari hasil tersebut, petani bisa mendapatkan keuntungan bersih antara Rp15 juta hingga Rp20 juta dalam satu kali masa panen.

Sedangkan saat petani gagal panen karena berbagai faktor, kata dia, petani juga tidak perlu khawatir karena mereka sudah mengikuti asuransi pertanian dari Askrindo. Sehingga saat petani mengalami gagal panen tidak pusing memikirkan modal mereka.

“Seluruh petani di program Makmur kita anjurkan untuk ikut Askrindo. Karena ini penting ketika petani gagal panen.”

Pernah suatu kali pada 2021, angin puting beliung merusak tanaman jagung petani seluas 2 hektare. Akhirnya gagal panen itu terkaver oleh asuransi. Petani tidak perlu membayar modal yang telah dikeluarkan.

Salah satu petani binaan program Makmur, Adi Setiawan, mengatakan sangat terbantu program ini. Karena pada waktu masa tanam tidak perlu bingung lagi memikirkan biaya untuk permodalan.



“Kan kita ambil modal di offtaker untuk membeli benih, pupuk, dan biaya perawatan lahan. Semua dicukupi. Nanti bayarnya saat panen,” ungkap warga Jetis ini.

Adi yang memiliki lahan seluas 17 kotak atau satu hektare lebih itu menuturkan melalui program ini juga lebih tenang. Hal ini karena hasil panen dibeli dengan harga di atas rata-rata pasar.

“Pasti dibeli di atas harga pasar. Itu yang membuat saya cukup senang,” katanya.

Sementara itu, Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, menyampaikan ada banyak permasalahan yang dihadapi para petani di Ponorogo. Selain masalah ketersediaan pupuk, hasil panen yang murah pun menjadi suatu permasalahan.

Untuk itu, saat ini Pemkab Ponorogo sedang mengembangkan koloni melalui offtaker yang mau membeli hasil panen petani. Kemudian bekerja sama dengan pabrik pupuk dan perbankan yang mau membiayai petani.

“Jadi kita tidak hadapkan petani dengan situasi yang tidak jelas. Petani juga diberikan asuransi gagal panen, ini semua untuk melindungi petani,” jelas dia dalam keterangan video.

Bupati juga menginginkan bahwa program ini bisa menyasar banyak petani di Ponorogo. Sehingga luas lahan yang tergarap semakin banyak.

Ardhi menyebutkan ada empat manfaat program Makmur bagi petani, yaitu kemudahan untuk mendapatkan pupuk, harga pupuk terkontrol, petani bisa membayar modal pertanian saat panen tanpa ada bunga, dan pembelian hasil panen memutus mata rantai yang cukup panjang.







Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya