SOLOPOS.COM - Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni bercengkerama dengan warga di acara Festival Ponorogo Tempoe Doeloe di Warung Kopi Wakoka, Minggu (22/5/2016). (Abdul Jalil/JIBI/Madiunpos.com)

Komunitas Ponorogo menyelenggarakan acara Festival Ponorogo Tempoe Doeloe.

Madiunpos.com, PONOROGO — Ratusan orang memadati acara Festival Ponorogo Tempoe Doeloe yang diselenggarakan 10 komunitas di Kota Reog, Sabtu-Minggu (21-22/5/2016). Ada berbagai jajanan tradisional dan pameran manuskrip kuno yang ditampilkan di acara itu.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Pantauan Madiunpos.com di lokasi acara di halaman Warung Kopi Wakoka, Ponorogo, Minggu siang, ratusan orang dari berbagai kalangan mengunjungi berbagai stan yang ada di pameran tersebut.

Festival itu juga dimeriahkan dengan penampilan reog dan tari jatilan. Jajanan tradisional dan jajanan pasar juga ludes dalam waktu satu jam diburu pengunjung yang datang.

Sepuluh komunitas penyelenggara Festival Ponorogo Tempoe Doeloe yaitu Semua Tentang Ponorogo, Ponorogo Bangkit, Facebooker Ponorogo, Paguyuban Sahabat Ponorogo, Ponorogo Kota Reog, Ngrayun Peduli, Ngrayun Tourism Creatif, Info Cegatan Wilayah Ponorogo, Komunitas BMI Ponorogo, dan Komunitas Sablon Ponorogo.

Sekretaris Festival Ponorogo Tempoe Doeloe, Muhammad Arifin, mengatakan kegiatan festival ini untuk mengingatkan kembali masa-masa Ponorogo pada zaman dahulu. Selain itu, kegiatan ini juga untuk melestarikan budaya yang ada telah ada sejak dahulu.

“Kita melihat sejarah untuk menatap masa depan. Jadi jangan sampai generasi muda itu melupakan sejarah dan budaya leluhur,” kata dia kepada Madiunpos.com.

Arifin menambahkan ada beberapa jajanan yang sangat langka di Ponorogo bahkan di dunia, yaitu jenang tasbih. Jajanan tradisional ini hanya bisa ditemukan di wilayah Kadipaten, Ponorogo. Selain itu, ada juga dawet jabung, sate Ponorogo, getuk Golan, cucur lengkong, jajanan pasar, dan lainnya.

Untuk setiap komunitas, kata dia, juga menampilkan berbagai kegiatan dan koleksinya masing-masing. Ada yang menampilkan manuskrip naskah-naskah kuno, menampilkan flyer film kuno, hingga berjualan kaus sablon.

“Dalam festival ini tentu menghadirkan penampilan reog dan jatilan, yang menjadi ciri khas Ponorogo. Acara ini juga menjadi ajang silaturahmi antaranggota komunitas,” jelas dia.

Lebih lanjut, dia menuturkan kegiatan ini murni menggunakan biaya iuran dari komunitas. Setiap komunitas iuran dengan nominal semampunya dan digunakan untuk menyelenggarakan festival.

Panitia juga tidak memungut biaya sewa stan bagi pedagang makanan yang membuka lapak di acara festival.

Meski baru kali pertama diselenggarakan, kegiatan Festival Ponorogo Tempoe Doeloe mendapat apresiasi dari masyarakat. Hal itu terbukti dari antusiasme masyarakat yang berkunjung ke acara itu.

“Kami tidak menyangka kalau acara ini bisa dikunjungi ratusan orang, ini sudah melebihi target panitia, karena kami berpikir ini kegiatan pertama, kok pengunjungnya banyak banget,” ucap dia.

Bupati Ponorogo, Ipong Muchlissoni, mengapresiasi kegiatan Festival Ponorogo Tempoe Doeloe yang diselenggarakan beberapa komunitas di Kota Reog. Menurut dia, acara ini sangat bagus dan menginspirasi. Selain itu, ada beberapa jajanan yang sulit didapatkan, tetapi di kegiatan ini justru ada.

Ipong berharap kegiatan semacam ini bisa terus diselenggarakan, supaya tradisi dan budaya di Ponorogo tidak hilang dimakan zaman.

“Saya berharap acara festival ini bisa kembali digelar pada saat Bulan Sura dan dikonsep secara bagus dan lebih besar,” kata Ipong saat mendatangi festival itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya