SOLOPOS.COM - ilustrasi (JIBI/dok/Burhan Aris Nugraha)

Kisruh BPJS tak hanya soal regulasi, namun juga pembayaran kepesertaan karyawannya.

Madiunpos.com, MOJOKERTO – Di tengah ketidakpastian pencairan dana jaminan hari tua (JHT) yang dialami peserta BPJS Ketenagakerjaan, ribuan tenaga kerja di Mojokerto dan Jombang, Jawa Timur justru mengalami nasib yang lebih buruk.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Pasalnya, sekitar 200 perusahaan yang menjadi tempat mencari nafkah ribuan tenaga kerja itu menunggak pembayaran iuran kepesertaan karyawannya. Tak tanggung-tanggung, tunggakan mereka antara enam bulan hingga lebih dari setahun dan tercatat mencapai Rp6 miliar.

Kepala Cabang BPJS Ketenagakerjaan Mojokerto Muhyidin mengatakan, sampai saat ini tercatat 1.391 perusahaan di wilayah Kabupaten/Kota Mojokerto dan Kabupaten Jombang yang sudah melindungi karyawannya dengan mendaftarkan sebagai peserta BPJS Ketenagakarjaan.

Dari jumlah itu, sedikitnya 100.000 tenaga kerja telah terkaver manfaat jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun.

Dalam perjalanannya, rupaya tak sedikit perusahaan yang tidak konsisten membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan bagi karyawan mereka. Muhyidin menyebutkan, di wilayah operasionalnya yang meliputi Kabupaten/Kota Mojokerto dan Kabupaten Jombang, terdapat sekitar 200 perusahaan yang menunggak membayar iuran. Padahal seharusnya setiap bulan perusahaan harus menanggung iuran sebesar 6,24% dari gaji karyawannya. Sedangkan setiap karyawan hanya dibebani iuran sebesar 3% dari gaji setiap bulan.

“Tunggakan bervariasi, ada yang enam bulan, ada yang satu tahun, ada yang setahun lebih. Kalau nilai tunggakannya secara total sampai hari ini kurang lebih mencapai Rp6 miliar,” kata Muhyidin, Senin (6/7/2015).

Adanya tunggakan iuaran itu tentunya memberi dampak buruk terhadap ribuan tenaga kerja di 200 perusahaan tersebut. Meski masih menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, mereka tidak bisa mengajukan klaim atas jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun selama tunggakan belum dilunasi oleh perusahaan.

“Kepesertaan tetap, hanya saja mereka tidak bisa mengajukan klaim selama masih menunggak,” imbuh Muhyidin.

Tak hanya itu, menurut Muhyidin terdapat ratusan perusahaan kelas menengah ke bawah yang belum mendaftarkan karyawannya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. “Perusahaan di wilayah perasional kami masih banyak yang belum terdaftar. Termasuk sekolah madrasah di bawah naungan LP Ma’arif  itu jumlahnya mencapai 400, kemudian perusahaan berbadan hukum CV dan PT kurang lebih ada 300,” ungkapnya.

Menanggapi ratusan perusahaan nakal tersebut, lanjut Muhyidin, pihaknya menggandeng Kejaksaan Negeri Mojokerto dan Jombang, serta Dinas Perizinan di pemerintah daerah masing-masing untuk menindak para pengusahanya. Setidaknya, pihaknya telah melimpahkan 50 perusahaan penunggak iuran untuk diproses secara hukum oleh kejaksaan.

“Ketika ada perusahaan yang agak bandel kita langsung bisa melakukan tindakan hingga pencabutan izin usaha tentunya berkoordinasi dengan instansi terkait. Seperti dinas perizinan. Kalau sanksi pidana bisa denda Rp1 miliar atau pidana maksimal 8 tahun penjara,” tandasnya.

Lantas bagaimana kriteria perusahaan yang wajib mendaftarkan karyawannya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan? “Sesuai dengan UU RI nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS jelas menyebutkan bahwa setiap perusahaan meski hanya memiliki seorang karyawan dengan gaji minimal Rp1 juta perbulan berkewajiban mendaftar ke BPJS Ketenagakerjaan,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya