Jatim
Sabtu, 31 Oktober 2015 - 00:05 WIB

KABUT ASAP : HGU Lahan Perkebunan Terbakar Terancam Dicabut

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi kebakaran (JIBI/Solopos/Antara/Untung Setiawan)

Kabut asap disumbang juga oleh kebakaran lahan perkebunan.

Madiunpos.com, MALANG — Sertifikat hak guna usaha lahan perkebunan yang terbakar terancam dicabut karena dinilai lalai dalam mengawasi lahan yang dikuasai. Kabut asap yang tengah mendera Indonesia antara lain disumbang juga oleh kebakaran lahan perkebunan.

Advertisement

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Ferry Mursyidan Baldan mengatakan pencabutan HGU lahan perkebunan utamanya yang tingkat kebakarannya sudah mencapai 50% lebih karena merupakan pembiaran.

“Untuk yang kebakarannya mencapai 40%, masih dikaji, apakah tetap diberikan HGU ataukah justru perlu dicabut,” katanya di sela-sela Pembukaan Kongres Himpunan Ilmu Tanah Indonesia XI di kampus Universitas Brawijaya Malang, Kamis (29/10/2015).

Advertisement

“Untuk yang kebakarannya mencapai 40%, masih dikaji, apakah tetap diberikan HGU ataukah justru perlu dicabut,” katanya di sela-sela Pembukaan Kongres Himpunan Ilmu Tanah Indonesia XI di kampus Universitas Brawijaya Malang, Kamis (29/10/2015).

Perusahaan pemengang HGU perkebunan yang lahannya terbanyak ada 49 perusahaan. Berapa luasan lahan yang terbakar dan berapa pula perusahaan pemegang HGU yang lahannya terbakar 50% lebih ataukah hanya 40% ke bawah masih diteliti.

Syarat Bakal Diperketat
Ke depan, persyaratan bagi pemegang HGU perkebunan akan lebih diperketat. Dengan begitu, maka dapat diantisipasi saat terjadi kasus kebakaran. Nantinya, setiap luasan lahan 5-10 hektare harus ada peralatan penanganan kebakaran seperti pipa hydrant dan lainnya.

Advertisement

“Jangan seperti sekarang, perusahaan belum melakukan apa-apa, terpaksa pemerintah harus turun tangan dengan helikopter untuk upaya pemadamannya,” ujarnya.

Kecocokan Lahan
Ke depan, Menteri Agraria juga minta ahli Ilmu Tanah untuk berkontribusi dalam memberikan data ilmiah mengenai tanah dan kecocokan penggunaannya. Dia mencontohkan, apakah sawit cocok di tanam di lahan gambut karena sifat tanamanya yang “rakus” terhadap air.

Contoh lagi, ada pemegang HGU perkebunan diduga dengan sengaja tidak mengelola tanahnya sesuai peruntukkan. Mereka sengaja membiarkan karena dengan asumsi ada kandungan lain dalam tanah tersebut. “Nah yang tahu mengenai fungsi-fungsi tanah sebenarnya ahli Ilmu Tanah,” ujarnya.

Advertisement

Begitu juga umur kesuburan tanah juga perlu dihitung. Intinya, tanah yang sebenarnya tidak subur lagi, maka sah-sah saja dialihfungsikan dari lahan pertanian ke lahan untuk keperluan nonpertanian.

Adanya pendapat ahli penting dalam perumusan kebijakan. Dengan  adanya data tersebut, maka kebijakan Kementerian Agraria/BPN acuannya benar-benar ilmiah, mengacu pada hasil penelitian ilmu pengetahuan.

Kebijakan-kebijakan sebelumnya, dia akui, masih belum seperti itu. Dengan menggunakan hasil penelitian, maka kebijakannya benar-benar kuat. “Kementerian ini memerlukan landasan yang kebijakan yang solid dan kuat sehingga kebijakannya menjadi lebih bagus,” ujarnya.

Advertisement

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif