Jatim
Kamis, 21 Januari 2016 - 09:05 WIB

JASA KONSTRUKSI : Gapensi Jatim Akui Kesenjangan SDM Jasa Konstruksi

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi jasa konstruksi (Dedi Gunawan/JIBI/Bisnis Indonesia)

Jasa konstruksi Jatim dibayang-bayangi kesenjangan sumber daya manusia (SDM).

Madiunpos.com, SURABAYA — Bisnis konstruksi Provinsi Jawa Timur bisa bertumbuh sampai 5% sepanjang tahun 2016 ini asalkan berbagai kendala teratasi. Sayangnya, sektor jasa konstruksi Jatim dibayang-bayangi kesenjangan sumber daya manusia (SDM). Sertifikasi tenaga kerja sektor jasa konstruksi berkembang lambat dari waktu ke waktu.

Advertisement

Ketua Umum Lembaga Pengkajian Jasa Konstruksi (LPJK) Jawa Timur Erlangga Satriagung mengatakan tantangan terbesar yang dihadapi sektor konstruksi Jatim sebetulnya adalah keterbatasan tenaga ahli dan terampil lokal. “Jawa Timur adalah provinsi besar, maka yang terjadi di sini dapat menjadi cerminan nasional,” katanya ditemui di sela-sela Musyawarah Daerah ke-8 Gabungan Pelaksana Konstruksi Indonesia (Gapensi), di Surabaya, Selasa (19/1/2016).

Kekurangan tenaga ahli di dalam negeri menyebabkan pelaksanaan proyek infrastruktur tersendat. Di Jawa Timur saja dari kebutuhan 40.000 insinyur dan tenaga ahli di bidang konstruksi, setiap tahun baru bisa 11.000 orang yang disertifikasi. Indonesia harus mewaspadai kekurangan tenaga ahli konstruksi tersebut. Pasalnya, sejalan dengan berlangsungnya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) arus perdagangan jasa menjadi bebas. Apabila dibiarkan, sektor konstruksi nasional bisa-bisa dipenuhi tenaga kerja asing.

Advertisement

Kekurangan tenaga ahli di dalam negeri menyebabkan pelaksanaan proyek infrastruktur tersendat. Di Jawa Timur saja dari kebutuhan 40.000 insinyur dan tenaga ahli di bidang konstruksi, setiap tahun baru bisa 11.000 orang yang disertifikasi. Indonesia harus mewaspadai kekurangan tenaga ahli konstruksi tersebut. Pasalnya, sejalan dengan berlangsungnya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) arus perdagangan jasa menjadi bebas. Apabila dibiarkan, sektor konstruksi nasional bisa-bisa dipenuhi tenaga kerja asing.

“Indonesia itu tetap pasar konstruksi terbesar di Asean, sekitar 70% sampai 80%, ke depan masalah SDM-lah yang terpenting,” ucap Erlangga.

Di banyak sektor usaha, ketenagakerjaan merupakan sarana penghasil produktivitas dan harga yang kompetitif. SDM juga salah satu penentu kualitas barang dan jasa yang diperjualbelikan berbekal keterampilan dan pengetahuan mereka.

Advertisement

Turut menanggapi minimnya tenaga ahli lokal di sektor konstruksi, Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristek Dikti Muhammad Dimyati sempat mengutarakan sebaiknya pemerintah merealisasikan pembangunan infrastruktur secara bertahap.

Sejalan dengan program Presiden Jokowi yang hendak membangun infrastruktur bernilai lebih dari Rp5.500 triliun dibutuhkan 1,5 juta insinyur. “Yang ada di Indonesia baru sekitar 800.000 orang. Di tengah MEA bisa-bisa kekurangan ini diisi insinyur asing,” kata Dimyati.

Krisis insinyur di Indonesia diklaim pemerintah bukan semata minimnya SDM tetapi lantaran tidak sedikit dari mereka mencari nafkah di luar negeri. Selama setahun terakhir Kemenristek Dikti mengklaim pemerintah semakin menggiatkan program diaspora.

Advertisement

Melalui program tersebut para tenaga terampil Tanah Air yang bekerja di luar negeri diajak kembali ke Indonesia. Mereka difasilitasi untuk bisa mendapatkan penghasilan seperti di luar negeri tetapi harus bersedia bekerja di Tanah Air dan melakukan transfer pengetahuan.

“Contohnya seperti Pesawat N-219 yang salah satu timnya WNI di luar yang balik ke sini. Tahun depan pesawat ini diterbangkan untuk sertifikasi,” ucap Dimyati.

SDM Tersertifikasi
Pertumbuhan bisnis konstruksi 5% bukan angka yang mudah dijangkau. Pasalnya hambatan dari sisi ketersediaan SDM tersertifikasi sendiri tidak mudah diatasi. Sejauh ini sektor konstruksi Jawa Timur baru menyentuh pertumbuhan nyaris 3%.

Advertisement

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Bank Indonesia menyebutkan bisnis konstruksi pada triwulan ketiga tahun lalu baru sekitar 2,98% (yoy). Pada 2015, Erlangga menjelaskan, perlambatan sektor konstruksi terkait erat dengan inefisiensi penyerapan anggaran pemerintah.

Hal itu menunjukkan kekurangan SDM ahli sebetulnya bukan masalah tunggal. Hambatan dari luar pelaku bisnis konstruksi adalah lambatnya realisasi proyek pemerintah. Proyek pemerintah tidak 100% terserap pada tahun lalu bahkan realisasi bulanannya berjalan sangat lambat.

“Lalu ada gejolak valas membuat pengusaha konstruksi kelimpungan karena harga bahan bangunan juga bergejolak belum lagi spekulan yang bikin barang langka,” ucap Erlangga.

Kendati pertumbuhan konstruksi tak sampai 3%, tetapi angka 2,98% terbilang lebih baik daripada triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh 0,20%.Peningkatan tersebut disebabkan lebih banyak proyek infrastruktur publik yang terealisasi dan peningkatan pembangunan properti residensial.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif