SOLOPOS.COM - Aparat keamanan berusaha menghalau suporter yang masuk ke lapangan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu malam (1/10/2022). Polda Jatim mencatat jumlah korban jiwa dalam kerusuhan tersebut sementara sebanyak 127 orang. ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/foc.

Solopos.com, SURABAYA — Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil menyampaikan temuan terkait tragedi Kanjuruhan Malang. Tim menilai tragedi di Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 itu merupakan kejahatan yang terjadi secara sistematis.

Dalam tragedi kemanusiaan ini, ada sebanyak 131 orang meninggal dunia dan ratusan orang mengalami luka-luka.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

“Kami mendapatkan temuan awal bahwa peristiwa kekerasan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan merupakan dugaan kejahatan yang terjadi secara sistematis yang tidak hanya melibatkan pelaku lapangan,” kata anggota Tim Pencari Fakta Masyarakat sipil, Jauhar, Minggu (9/10/2022).

Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil itu terdiri atas Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pos Malang, LBH Surabaya, Lokataru, IM 57+ Institute, dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).

Jauhar yang juga pengcara publik LBH Surabaya ini mengatakan Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil telah melakukan investigasi selama tujuh ahri terkat tragedi Kanjuruhan yang terjadi setelah pertandingan Liga 1 anatara Arema FC melawan Persebaya Surabaya.

Baca Juga: Keanggotaan Fitnes Diputus, Pria Surabaya Dapat Ganti Rugi Puluhan Juta Rupiah

Selama melakukan investigasi, kata dia, pihaknya bertemu dengan sejumlah saksi, korban, dan keluarga korban dengan kondisi ada yang mengalami gegar otak, luka memar bagian muka dan tubuhnya, ruam merah pada muka, hingga trauma yang berat akibat peristiwa kekerasan yang telah terjadi.

Berdasarkan hasil investigasi, lanjut Jauhar, tim mendapatkan temuan awal bahwa peristiwa kekerasan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan merupakan dugaan kejahatan yang terjadi secara sistematis yang tidak hanya melibatkan pelaku lapangan.

Selain itu, tim pencari fakta juga menduga timbulnya korban jiwa akibat dari efek gas air mata yang digunakan oleh aparat kepolisian.

Baca Juga: Niat Banget! 5 Bulan Timbun BBM Subsidi, Pensiunan ASN Ponorogo Diciduk

Berikut 12 temuan Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil terkait tragedi Kanjuruhan:

  1. Pada saat pertengahan babak kedua, terdapat mobilisasi sejumlah pasukan yang membawa gas air mata, padahal diketahui tidak ada ancaman atau potensi gangguan keamanan saat itu.
  2. Ketika pertandingan antara Arema FC dan Persebaya selesai, diketahui terdapat sejumlah suporter yang masuk ke dalam lapangan. Berdasarkan keterangan saksi-saksi yang ada, hal itu terjadi karena para suporter hanya ingin memberikan dorongan motivasi dan memberikan dukungan moril kepada seluruh pemain. Namun, hal tersebut direspons secara berlebihan dengan mengerahkan aparat keamanan dan kemudian terjadi tindak kekerasan.
  3. Sebelum tindakan penembakan gas air mata, tidak ada upaya dari aparat untuk menggunakan kekuatan lain, seperti kekuatan yang memiliki dampak pencegahan, perintah lisan atau suara peringatan hingga kendali tangan kosong lunak. Padahal berdasarkan Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan, polisi harus melalui tahap-tahap tertentu sebelum mengambil tahap penembakan gas air mata.
  4. Tindak kekerasan yang dialami para suporter, tidak hanya dilakukan oleh anggota Polri, tetapi juga dilakukan oleh prajurit TNI dengan berbagai bentuk, seperti menyeret, memukul, dan menendang.
  5. Berdasarkan kesaksian para suporter, penembakan gas air mata tidak hanya ditujukan ke bagian lapangan, tetapi juga mengarah ke bagian tribun sisi selatan, timur, dan utara sehingga hal tersebut menimbulkan kepanikan yang luar biasa bagi suporter yang berada di tribun.
  6. Bahwa saat ingin hendak keluar dengan kondisi akses evakuasi yang sempit, terjadi penumpukan pada sejumlah pintu yang terkunci. Bahwa di dalam ruangan yang sangat terbatas tersebut, diperparah dengan masifnya penembakan gas air mata oleh aparat kepolisian dan hal ini berdampak sangat fatal yang mengakibatkan para korban sulit bernafas hingga menimbulkan korban jiwa.
  7. Setelah mengalami rentetan peristiwa kekerasan, para suporter yang keluar dengan kondisi berdesak-desakan, minim mengalami pertolongan dengan segera dari pihak aparat kepolisian, para korban dengan caranya sendiri berusaha untuk keluar.
  8. Peristiwa kekerasan dan penderitaan tidak hanya terjadi di dalam stadion, tetapi juga terjadi di luar stadion. Diketahui aparat kepolisian juga ikut melakukan penembakan gas air mata kepada para suporter yang berada di luar stadion.
  9. Pascaperistiwa, diketahui ada pihak-pihak tertentu yang melakukan tindakan intimidasi, baik melalui sarana komunikasi maupun secara langsung. Pihaknya menduga hal ini dilakukan agar menimbulkan suatu ketakutan kepada para saksi dan korban agar tidak memberikan suatu kesaksian.
  10. Hingga saat ini tidak ada informasi yang detail dari pemerintah berkaitan dengan data korban jiwa dan luka yang dapat diakses oleh publik, termasuk informasi perkembangan penanganan kasus yang saat ini ditangani oleh pihak kepolisian.
  11. Saat tim sedang melakukan pendalaman fakta, pihaknya sudah berkomunikasi dengan Komnas HAM dan LPSK, lalu menyampaikan sejumlah laporan. Tetapi tim belum melihat kerja riil dari Tim Gabungan Independen Pencari Fakta untuk menemui sejumlah saksi dan korban.
  12. Terkait dengan adanya narasi temuan minuman alkohol dan penggunaan terminologi “kerusuhan” merupakan penyampaian informasi yang menyesatkan. Dalam peristiwa ini dipandang keliru apabila menggunakan terminologi kerusuhan, yang terjadi justru ialah serangan atau pembunuhan secara sistematis terhadap para warga sipil.

Baca Juga: Wali Kota Madiun Batasi Penonton Konser Dewa 19 di Stadion Wilis

Berdasarkan berbagai temuan awal di atas, tim menilai telah terjadi tindak kekerasan yang dilakukan secara sengaja dan sistematis, dilakukan oleh aparat keamanan, dengan tidak hanya melibatkan aktor lapangan saja, yang saat ini telah ditetapkan tersangka oleh aparat kepolisian.

Akan tetapi, ada aktor lain dengan posisi lebih tinggi yang seharusnya ikut bertanggung jawab dan perlu diproses hukum lebih lanjut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya