SOLOPOS.COM - Penari menampilkan tarian kolosal pada Festival Gandrung Sewu 2022 di Pantai Marina Boom, Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu (29/10/2022). Festival yang menampilkan 1.188 penari gandrung itu mengangkat tema Kemilau Bumi Blambangan yang menceritakan tentang kebangkitan Kerajaan Blambangan setelah masyarakatnya terserang penyebaran wabah penyakit. (ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/tom)

Solopos.com, BANYUWANGI — Festival Gandrung Sewu 2022 sukses memukau ribuan penonton yang hadir di kawasan wisata Pantai Boom di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu (29/10/2022). Sebanyak 1.284 penari gandrung dengan indah menari dengan latar belakang laut.

Fetival Gandrung Sewu ini menjadi agenda pariwisata tahunan di Kabupaten Banyuwangi. Namun, selama dua tahun terakhir absen karena pandemi Covid-19.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Sebenarnya pada 2021, festival ini sudah digelar lagi secara hybrid (offline dan online) terbatas karena masih dalam kondisi pandemi.

Saat agenda wisata ini digelar secara bebas untuk pertama kalinya setelah pandemi, tampak ribuan wisatawan datang. Bukan hanya wisatawa lokal saja yang datang, tetapi ada juga wisatawan mancanegara yang hadir untuk menikmati tari kolosal tersebut.

Tidak salah kalau kemudian banyak warga Banyuwangi dan wisatawan luar daerah yang sangat antusias ingin menyaksikan festival tahunan ini. Mereka bahkan rela datang tiga jam sebelum pertunjukan dimulai demi mendapatkan tempat terdepan.

Baca Juga: Bupati Bangkalan Dikabarkan Jadi Tersangka Kasus Korupsi, Begini Penjelasan KPK

Masyarakat yang tidak bisa datang langsung ke Banyuwangi, tetap dapat menyaksikan Festival Gandrung Sewu melalui siaran langsung secara streaming yang disiapkan panitia.

Tema yang diangkat pada festival kali ini adalah “Sumunare Tlatah Blambangan” atau “Kemilau Bumi Blambangan”. Tema ini menceritakan sebuah kisah Banyuwangi semasa masih menjadi kawasan Kerajaan Blambangan. Kala itu, kerajaan dilanda wabah atau pageblug yang tidak bisa dibendung.

Banyak rakyat Blambangan yang terjangkit wabah itu hingga meninggal dunia. Pagi kena wabah, sore mati. Malam terserang wabah, pagi meninggal.

Akibatnya, seluruh aspek kehidupan ikut terusik hingga memasuki kalangan Istana Blambangan, termasuk Putri Dewi Sekardadu pun ikut terkena wabah itu. Segala upaya telah dilakukan pihak kerajaan, namun tidak membuahkan hasil.

Baca Juga: Nikmatnya Minum Teh di Julia’s Artisan Tea Temanggung, Sajikan 18 Racikan Teh

Akhirnya berkat usaha keras, pihak Istana Blambangan berhasil menemui pertapa muda bernama Syekh Maulana Malik Ibrahim atau Syekh Wali Lanang untuk meminta pertolongan.

Penyebar agama Islam itu bermunajat kepada Allah SWT dan atas izin-NYA berhasil melenyapkan pageblug dari Bumi Blambangan, termasuk menyembuhkan Putri Dewi Sekardadu. Seluruh rakyat Blambangan bergembira dan sebagai hadiahnya, sang raja menikahkan putrinya itu dengan Syekh Maulana Malik Ibrahim.

Cerita dalam drama kolosal itu seperti menggambarkan situasi yang terjadi di Indonesia dan juga belahan dunia selama dua tahun terakhir saat dilanda pandemi Covid-19. Ribuan warga Indonesia menjadi korban dari keganasan virus yang pertama kali ditemukan di China itu.

Hampir seluruh sendi kehidupan terdampak. Warga tidak lagi bisa berinteraksi secara bebas, perekonomian terganggu dan banyak sektor usaha tutup. Rasa was-was dari ancaman virus mematikan itu setiap saat dirasakan masyarakat.

Baca Juga: Polisi Sebut Ada Tersangka Baru di Tragedi Kanjuruhan

Drama kolosal “Kemilau Bumi Blambangan” itu ditampilkan secara apik di pelataran pasir Pantai Boom selama sekitar satu jam. Puluhan ribu penonton yang menyaksikan festival dibuat kagum dan terpesona dengan gerakan dinamis para penari gandrung yang  beratribut khas warna merah serta iringan musik rancak gamelan Osing yang memadukan budaya Jawa dan Bali.

Sempat Kesulitan Cari Penari

Ketika pertama kali digelar pada tahun 2012, Pemkab Banyuwangi sempat kesulitan mendapatkan seribuan penari gandrung untuk mendukung festival itu. Bahkan, para kepala desa, lurah dan camat digerakkan untuk mencari peserta hingga akhirnya terjaring lebih dari seribu penari.

Seiring berjalannya waktu, warga Banyuwangi, terutama para pelajar dan anak-anak milenial, mulai tertarik untuk ambil bagian memeriahkan Festival Gandrung Sewu. Bahkan tahun ini, jumlah pendaftar yang ingin ikut festival lebih dari 3.000 orang, sehingga panitia penyelenggara harus melakukan seleksi hingga terpilih sebanyak 1.284 orang penampil.

Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani Azwar Anas pun merasa terharu dengan antusiasme dan semangat para anak muda serta seniman dari seluruh wilayah setempat untuk terlibat dalam perhelatan akbar ini.

Baca Juga: Magetan Kembangkan Hutan Bambu Jadi Eko-eduwisata

Bagi Pemkab Banyuwangi, Festival Gandrung Sewu bukan sekadar peristiwa pariwisata biasa, tetapi sebuah upaya memajukan seni budaya daerah dengan melibatkan pelaku seni di Bumi Blambangan (sebutan Banyuwangi), khususnya anak-anak muda.

Kini, ketika menyebut “gandrung”, imajinasi sebagian besar masyarakat sudah langsung tertuju pada Kabupaten Banyuwangi, sebagai daerah asal kesenian tersebut. Artinya, tari gandrung telah mengangkat pamor Banyuwangi tidak hanya menasional, tapi juga mendunia.



Tari Gandrung yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda itu, telah berkali-kali dipentaskan dalam berbagai acara nasional dan internasional, antara lain acara kenegaraan di Istana Negara dan acara kebudayaan di Jerman, Malaysia, Prancis, Hong Kong, Brunei Darussalam, Rusia, serta Jepang.

Seringnya tari gandrung ditampilkan pada berbagai ajang di luar negeri menjadi kesempatan emas bagi Kabupaten Banyuwangi untuk menjual potensi pariwisata dan ekonomi yang dimiliki. Ujung-ujungnya tentu berdampak pada kemajuan dan pertumbuhan ekonomi daerah.

Baca Juga: Warga Trenggalek Meninggal Digigit King Kobra, Tim Panji Petualang Turun Tangan

Setidaknya dari Festival Gandrung Sewu yang dihadiri puluhan ribu pengunjung atau wisatawan, banyak dampak ekonomi ikutan yang terdongkrak, semisal transportasi, penginapan, kuliner, hingga penjualan oleh-oleh khas yang diproduksi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) setempat.

Sektor UMKM menjadi salah satu pendongkrak pertumbuhan ekonomi Banyuwangi yang selama pandemi tahun 2020 terkontraksi minus 3,58 persen, dan tahun 2021 kembali bangkit dengan membukukan pertumbuhan positif 4,08 persen. Tahun 2022, seiring menurunnya pandemi, pertumbuhan ekonomi Banyuwangi diproyeksikan bisa lebih dari 5 persen, salah satu penopangnya tetap dari sektor UMKM.

Sisi positif terpenting lain yang bisa diperoleh dari gelaran Festival Gandrung Sewu adalah meningkatnya kesadaran dan kecintaan anak-anak muda Banyuwangi kepada budaya daerahnya. Mereka bisa berbangga karena tari gandrung kini telah mendunia, tidak kalah dengan budaya K-Pop asal Korea yang juga digandrungi banyak negara di dunia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya