SOLOPOS.COM - Fenomena tornado api yang muncul dalam peristiwa kebakaran di Bromo. (Istimewa)

Solopos.com, PROBOLINGGO Kebakaran di kawasan lahan Gunung Bromo terus meluas. Kebakaran lahan tersebut disebabkan pengunjung yang menggunakan flare untuk kebutuhan foto prewedding. Bahkan, muncul fenomena tornado api di peristiwa kebakaran Gunung Bromo.

Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badna Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Abdul Muhari, mengatakan fenomena tornado api atau dust devil dalam kebakaran Gunung Bromo, Jawa Timur, tidak mempengaruhi eskalasi daerah terdampak kebakaran.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

“Dust devil sifatnya sangat lokal dan dalam waktu singkat, tidak terlalu berpengaruh dalam eskalasi daerah terdampak kebakaran,” kata dia yang dikutip dari Antara, Selasa (12/9/2023).

Dia menuturkan fenomena tornado api di Bromo itu dapat dilokalisasi dengan cepat saat pemadaman api berlangsung.

Terkait fenomena yang ramai dibicarakan publik itu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Kelas I Juanda dalam media sosial resminya @infobmkgjuanda yang mengutip dari keterangan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) menerangkan bahwa dust devil merupakan pusaran udara kecil, tetapi kuat yang terjadi saat udara kering yang sangat panas dan tidak stabil di permukaan tanah naik dengan cepat melalui udara yang lebih dingin di atasnya. Kejadian itu kemudian membentuk aliran udara ke atas berupa pusaran dan membawa debu, serpihan atau puing-puing di sekitarnya.

Dalam unggahan itu, BMKG juga menegaskan bahwa fenomena itu bukan tornado api atau puting beliung api, melainkan fenomena dust devil.

Mengenai faktor penyebab fenomena itu adalah pemanasan matahari pada permukaan tanah yang cukup intensif, jumlah tutupan awan yang sangat sedikit, banyak debu dan pasir di permukaan tanah, kelembaban rendah, dan permukaan tanah yang kering.

BMKG juga menjelaskan perbedaan antara puting beliung dan dust devil. Untuk puting beliung itu berasal dari awan cumulonimbus, kecepatan angin dapat mencapai lebih dari 60 km per jam, dan dampak yang disebabkan cukup destruktif atau menghancurkan.

Sedangkan dust devil bukan dari awan cumulonimbus, tetapi dari pemanasan lokal. Selain itu, kecepatan angin tidak terlalu tinggi dan damak yang disebabkan tidak destruktif atau tidak menghancurkan.

Menganai siklus pembentukan dust devil sendiri dijelaskan fenomena itu berawal dari matahari memanaskan permukaan tanah, udara panas naik membentuk tekanan rendah, udara lebih dingin di sekitarnya masuk dalam tekanan rendah dan membuat pusaran semakin menjulang naik dan bertambah kecepatannya, pusaran angin ini semakin kokoh dan menyedot pasir dan debu di sekitarnya dan menjadi dust devil, selanjutnya dust devil berangsur hilang karena bertemu udara yang lebih dingin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya