Jatim
Minggu, 17 Maret 2024 - 23:32 WIB

Dua Anak Meninggal, Ponorogo Kini Berstatus Waspada DBD

Newswire  /  Abdul Jalil  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Nyamuk Aedes aegypti penyebab demam berdarah dengue (DBD). (dok)

Solopos.com, PONOROGO – Dua anak yang terjangkit demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, meninggal dunia pada tahun ini.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo, Dyah Ayu Puspitaningarti, mengatakan kasus kematian akibat DBD dilaporkan terjadi pada 12 Maret 2024. Kematian tersebut dikarenakan kondisi pasien yang sudah buruk saat dibawa ke rumah sakit.

Advertisement

“Dari laporan yang kami terima, kedua pasien masuk rumah sakit sudah dalam keadaan kurang baik atau masuk kategori dengue shock syndrome (DSS),” katanya, Minggu (17/3/2024).

Dia mengatakan jumlah kasus DBD di Ponorogo selama dua bulan terakhir ini sebanyak 13 kasus. Rinciannya Januari ada tujuh orang dan Februari ada enam orang.

Advertisement

Dia mengatakan jumlah kasus DBD di Ponorogo selama dua bulan terakhir ini sebanyak 13 kasus. Rinciannya Januari ada tujuh orang dan Februari ada enam orang.

Namun jumlah sebenarnya diperkirakan lebih banyak, karena perbedaan metode penetapan kasus DBD antara Dinkes dan rumah sakit.

“Untuk kronologinya masuk ke RS sudah dalam keadaan kurang baik. Kami tidak menyalahkan siapapun, tetapi harus menjadi kewaspadaan kita semua. Kita saling mengingatkan. Kebersihan semua menjadi tanggung jawab semua,” katanya yang dikutip dari Antara.

Advertisement

Namun, Kadinkes belum berani menyebutkan apakah disebabkan oleh demam berdarah atau faktor lain.

“Yang dilaporkan dan valid hanya dua orang, yang satu masih dilakukan pelacakan. Semoga tidak ada kasus atau penambahan lagi,” katanya.

Dia menegaskan saat ini pihaknya telah memberlakukan status waspada wabah DBD di Ponorogo. Ia mengimbau kepada warga untuk menggiatkan gerakan pemberantasan sarang nyamuk di lingkungan sekitar masing-masing.

Advertisement

“Salah satu cara terbaik untuk mengatasi DBD adalah dengan melakukan pencegahan. Tidak sekedar fogging [pengasapan] tapi juga harus dilakukan gerakan PSN secara masif,” kata Dyah.

Langkah kewaspadaan dan kesiagaan sebenarnya telah diberlakukan Dinkes Ponorogo sejak awal penghujan, dimana mulai muncul kasus DBD di daerah tersebut. Namun upaya itu kini kembali ditingkatkan menyusul kasus kematian dua bocah yang terjangkit demam berdarah pada sepekan terakhir.

“DBD itu biasanya demam sembuh, demam lagi. Jadi harus diwaspadai, jangan sampai terlambat untuk penanganannya,” katanya.

Advertisement

Untuk pasien yang masuk dalam demam berdarah, kadinkes menyebutkan jika salah satu indikatornya yakni trombosit kurang dari 100 ribu dan Hematogrit lebih dari 20 persen.

“Untuk Maret kami masih rekap. Memang kami lebih ketat menggolongkan DBD contohnya trombosit kurang dari 100 ribu, Hematogrit lebih dari 20 persen. Harus dipenuhi baru dinyatakan DBD,” pungkasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif