SOLOPOS.COM - Parade Surabaya Juang untuk memperingati Hari Pahlawan yang digelar Pemkot Surabaya, Minggu (6/11/2022). (surabaya.go.id)

Solopos.com, MADIUN — Setiap tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan. Pada hari tersebut menjadi momen penting bagi sejarah Indonesia.

Untuk memperingati Hari Pahlawan yang tahun ini jatuh pada Kamis (10/11/2022), sudah semestinya masyarakat di Republik Indonesia kembali mengenang jasa-jasa para pahlawan yang rela mengorbankan jiwa raganya melawan para penjajah.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Berbicara mengenai Hari Pahlawan yang diperingati setiap tanggal 10 November, tidak bisa terlepas dari pertempuran di Surabaya pada 10 November 1945.

Sebagai tempat terjadinya pertempuan tersebut, Kota Surabaya kini dikenal sebagai Kota Pahlawan. Berikut ini penjelasan sejarahnya.

Pegiat sejarah yang juga Ketua Komunitas Historia van Madiun (HvM), Septian Dwita Kharisma, mengatakan penamaan Surabaya sebagai Kota Pahlawan ini tidak terlepas dari pertempuran heroik yang terjadi di Surabaya pada 10 November 1945. Dalam pertempuran itu, seluruh komponen masyarakat dari berbagai daerah dan dari berbagai latar belakang bersatu untuk melawan pasukan Inggris.

Baca Juga: Penerbit Buku Indie di Jogja Diduga Tipu Sejumlah Penulis Pemula, Ini Ceritanya

“Surabaya sebelum terjadinya pertempuran itu menjadi kota pergerakan para pemuda-pemuda Republik Indonesia yang siap mempertahankan kemerdekaan Indonesia,” kata Septian kepada Solopos.com, Rabu (9/11/2022).

Septian menuturkan saat itu banyak muncul angkatan bersenjata yang muncul di Surabaya, seperti Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP), Hizbullah, Pemoeda Republik Indonesia (PRI), Badan Pemberontakan Republik Indonesia (BPRI) yang dipimpin Bung Tomo, dan angkatan bersenjata lainnya.

Dengan banyaknya angkatan bersenjata yang ada di Surabaya membuat semangat anti penjajahan dan anti Belanda sangat besar.

Salah satu pemicu pertempuran 10 November 1945 yakni peristiwa pada 19 Septemper 1945. Waktu itu, ada seorang warga Belanda yang menaikkan bendera Belanda di Hotel Yamato, Surabaya.

Baca Juga: Pabrik Rokok Gudang Garam Kediri Kebakaran, Terdengar Suara Ledakan 3 Kali

Melihat bendera Belanda naik, para pemuda Surabaya pun langsung bereaksi untuk menurunkan bendera tersebut secara paksa. Pemuda Surabaya kemudian menyobeknya dan menyisakan bendera dengan warna merah dan putih. Kemudian menaikkannya.

Bukan hanya itu, pada 30 Oktober 1945, juga terjadi peristiwa yang mencoreng wajah Inggris, yakni terbunuhnya Jenderal Mallaby. Dengan terbunuhnya jenderal Inggris itu, membuat Inggris ingin melucuti senjata para pemuda di Surabaya. Inggris juga menyerukan supaya pemuda Surabaya menyerahkan senjatanya.

“Atas seruan itu, pemuda tidak mengindahkannya. Hingga akhirnya Inggris menyerang Surabaya,” kata Septian.

Seluruh komponen  pemuda di Surabaya yang memiliki senjata hasil rampasan dari pasukan Jepang bersiap melawan pasukan Inggris. Meski waktu itu persenjataan yang dimiliki pasukan Inggris lebih canggih dari para pemuda Republik.

Baca Juga: Rel Trem Zaman Belanda Ditemukan di Lokasi Proyek MRT Jakarta, Ini Wujudnya

Kesiapan rakyat Surabaya untuk melawan sekutu ini juga didukung para ulama, termasuk K. H. Hasyim Asy’ari yang menyerukan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945. Selain itu, Radio Pemberontakan milik Bung Tomo juga menyiarkan propaganda untuk menyulut perlawanan terhadap penjajah.

“Gubernur Jawa Timur yang saat itu Raden Tumenggung Ario Soerjo memberikan semangat ‘arek-arek Surabaya akan melawan ultimatum Inggris sampai darah penghabisan’. Dukungan-dukungan itu menjadi pondasi perlawan pemuda terhadap Inggris,” jelasnya.

Dalam pertempuran di Surabaya itu, kata Septian, menewaskan sekitar 16.000 orang rakyat Indonesia. Sedangkan pasukan Inggris yang tewas dalam perang itu mencapai 2.000 orang.

Selama perang Surabaya, banyak tentara dan pemuda dari luar daerah Surabaya yang ikut membantu melawan pasukan Inggris. Daerah yang mengirim pasukan ke Surabaya itu ada dari Malang, Mojokerto, Jombang, hingga Madiun.

Baca Juga: Sabet Juara 1 ADWI 2022, Ini Keistimewaan Desa Aeng Tong-Tong Sumenep

“Perang Surabaya ini disebut sebagai Perang Semesta. Sehingga dengan bersatunya berbagai elemen di Surabaya dalam melawan Inggris ini, maka Surabaya disebut sebagai Kota Pahlawan,” terangnya.

Maka tidak berlebihan, kata Septian, kalau Surabaya memiliki julukan sebagai Kota Pahlawan. Dia berpesan kepada para pemuda supaya meneladani perjuangan para pahlawan yang telah gugur dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya